Orang tua, anjur Henny, sebaiknya melakukan introspeksi, mengapa anaknya mengalami temper tantrum. "Jangan-jangan penyebabnya ialah perlakuan orang tua sendiri pada si anak. Misalnya, anak kebanyakan dilarang." Lihat juga, apakah pola asuh yang kita terapkan selama ini sudah tepat atau belum. "Mungkin saja apa yang kita terapkan, ternyata sama dengan saat si anak ketika berusia 1 tahun, saat ia belum bisa apa-apa."
Henny mengingatkan, anak usia batita sedang giat-giatnya bereksplorasi. Ia ingin mendapatkan kebebasan sebebas-bebasnya agar dapat lebih mengenali dunianya. Karena itu, "Kita sebaiknya jangan banyak melarang anak dalam bereksplorasi, sepanjang hal itu tak membahayakan dan baik untuk perkembangannya."
Apalagi, lanjut Henny, hal-hal yang berbahaya sebenarnya bisa ditanggulangi atau dicegah. Caranya dengan menciptakan lingkungan yang aman. Misalnya barang-barang yang mudah pecah disimpan dulu hingga anak cukup besar. Jangan malah diletakkan di tempat yang mudah dijangkau anak. Tempat colokan listrik ditutup, benda-benda tajam disingkirkan, dan sebagainya. Bila anak mau keluar rumah dan pergi ke jalan, orang tua mendampingi dan menggandengnya.
Dengan demikian, selain si kecil dapat bereksplorasi dengan bebas dan aman, orang tua pun bisa mengerem diri untuk tak mengatakan "Jangan!". Si kecil juga tak akan kesal karena tak banyak dilarang sehingga ia tak menjadi frustrasi dan mudah mengamuk.
Penting diketahui, banyaknya larangan, selain bikin anak frustrasi, juga membuatnya malas berekspresi dan sulit berinisiatif. Anak pun akan sangat tergantung pada aturan orang tuanya. Dan pada waktunya nanti, anak akan sulit bersosialisasi. "Karena kalau tak ada orang tuanya, ia tak bisa melakukan apa-apa."
Tentu saja bukan berarti orang tua sama sekali dilarang ngomong "Jangan" atau "Tak boleh". Hanya saja harus disertai alasan dan solusinya. Misalnya, "Kamu tak boleh bermain pisau karena bisa melukai jarimu. Tapi kamu boleh memakai pisau plastik ini." Jangan hanya bilang, "Pokoknya kalau Mama bilang jangan, ya, jangan!", tanpa menunjukkan alasannya melarang apalagi memberikan solusi.
Jika itu yang terjadi, "Orang tua tak menumbuhkan sikap kritis pada anak. Padahal, kalau anak dibiasakan bersikap kritis, ia akan selalu merasa ingin tahu sehingga merangsang kecerdasannya."
Dengan kata lain, terapkanlah disiplin yang disertai kasih sayang. "Jangan disiplinnya yang dikencangkan tapi kasih sayang tak ditunjukkan. Anak akan kesal karena merasa diperlakukan tak adil," tutur Henny. Apalagi anak kecil, lanjutnya, butuh sesuatu yang kongkret. "Marah adalah marah dan sayang adalah sayang. Orang tua boleh tunjukkan amarahnya, tapi setelah marah harus memberi tahu si anak kenapa orang tua sampai marah." Misalnya, "Mama marah karena Mama tak mau kamu mengulanginya lagi, karena hal ini berbahaya buat kamu." Jadi, "Anak mengerti bahwa ia salah sehingga ia harus terima sangsi itu. Tapi sangsi itu dalam garis bahwa ia masih disayang Mama dan Papa."
SALURKAN AMARAHNYA
Yang tak kalah penting ialah mengajari si kecil mengatur kemarahannya. Terutama bila ia sudah bisa diajak berbicara. Katakan bahwa mengamuk itu tak baik dan membuat orang lain tak senang. Katakan pula, ia boleh marah tapi tak boleh menyerang atau melempar barang-barang kepada orang lain saat marah maupun menunjukkan kemarahan dengan berguling-guling. Ajarkan padanya untuk berbicara jika ingin sesuatu, dan bukan dengan amukan. Terangkan padanya, mengungkapkan isi hatinya lebih baik daripada tindakan merusak.
Bila si kecil dapat melakukan hal itu, jangan segan untuk memberinya rewards. "Tidak harus berupa hadiah. Pelukan dan pujian pun sudah cukup." Bisa juga dengan memenuhi permintaannya setelah ia dapat diam dan selesai dari mengamuknya. Misalnya, "Oke, karena kamu sudah bisa diam, ayo, kita ke supermarket beli es krim." Jangan penuhi permintaannya kala ia mengamuk, karena akan dijadikannya sebagai "senjata". "Orang tua harus teguh dalam menerapkan aturan yang dipakai sehingga anak belajar, cara itu tak bisa dipakai untuk menaklukan orang tua."
Pokoknya, tandas Henny, untuk anak batita, setiap kesalahan harus segera dibenahi secepat mungkin dan setiap hal yang baik harus segera didukung. Kalau tidak, "Temperamennya yang demikian akan berlanjut terus. Ia tak akan bisa mengontrol emosinya hingga usia dewasa."
Nggak mau, kan, kalau anak kita jadi begitu?
Indah Mulatsih/nakita