Saat Dan Cara Tepat Menyapih Si Kecil

By nova.id, Jumat, 9 April 2010 | 17:36 WIB
Saat Dan Cara tepat Menyapih Si Kecil (nova.id)

Saat Dan Cara tepat Menyapih Si Kecil (nova.id)

"Iman Dharma/nakita "

"Ih, sudah gede, kok, masih netek terus." Komentar seperti ini biasanya dilontarkan pada si kecil yang sudah "besar" tapi belum disapih juga. Si ibu biasanya menimpali dengan, "Habis susah menyapihnya, ia rewel terus. Lagi pula, sayang, ASI saya masih banyak, kok."

Benarkah menyapih anak sesulit itu? Menurut psikolog Dra. Yulia S. Singgih, menyapih anak bisa menjadi sesuatu yang merepotkan, bisa juga tidak. "Tergantung caranya. Kalau caranya pintar, tentunya tak akan jadi problem." Yakni dengan perlahan-lahan, secara bertahap, dan tidak mendadak.

Menyapih, terang Yulia, berarti menghentikan pemberian susu pada anak. Jadi, mengubah pemberian makanan dari tipe yang satu ke tipe makanan yang lain. Hal ini berarti mengubah kebiasaan dan ini bukan sesuatu yang gampang. Itulah mengapa menyapih sebaiknya dilakukan perlahan-lahan, tidak mendadak.

Sedangkan dr. Najib Advani, Sp.A, M.Med.Paed. memberi kiat, "Kurangi frekuensinya dari hari ke hari hingga akhirnya berhenti sama sekali." Mula-mula hentikan menyusu pada waktu tengah hari. Karena pada pagi hari biasanya payudara penuh ASI, sedangkan malam hari anak sangat suka menyusu. Gantilah ASI yang dihentikan itu dengan susu dalam cangkir. "Jika hal ini sukses, kurangi lagi frekuensinya. Demikian seterusnya sampai menyusunya hanya 1 kali sehari."

Di siang hari agar si kecil tak ingat pada ASI, anjur Yulia, sibukkan ia dengan berbagai permainan. "Kalau capek main, tidurnya jadi lebih cepat dan gampang. Soalnya, anak di saat mau tidur, sedang dalam puncak-puncaknya ingin menyusu. Nah, si ibu bisa mengalihkan perhatiannya dengan mendongeng atau memperlihatkan gambar-gambar di buku cerita. Pelan-pelan, suara ibu dibuat semakin halus sehingga anak tertidur tanpa sempat ingat ASI lagi," tuturnya.

MENYESUAIKAN DIRI

Dengan menyapih secara bertahap, menurut Najib, ibu pun tak akan "tersiksa". "Karena ASI yang penuh, jika tak dikeluarkan juga akan terasa sakit." Jika dilakukan perlahan-lahan. ASI yang diproduksi juga akan menyesuaikan diri. Dengan kata lain, perlahan-lahan ASI akan habis sendiri. Jangan lupa, banyak-tidaknya ASI yang keluar tergantung pula dari rangsangan isapan yang didapat. "Kalau jarang mendapat isapan, tentunya akan berkurang juga produksi ASI-nya."

Bagi ibu bekerja, mungkin soal menyapih akan lebih mudah diatasi. Karena di siang hari kala bekerja, biasanya si kecil minum susu dari botol. Ia baru menetek lagi setelah ibu pulang kerja. "Jadi, kalau disapih pun, anak sudah terbiasa dengan botol."

Selain itu, produksi ASI pada ibu bekerja biasanya tak sebanyak ibu yang tak bekerja. Ini terjadi karena rangsangan isapan yang sangat jarang. "Memang bisa saja ibu memompa ASI saat di kantor. Namun daya isap pompa tidak sekuat isapan bayi hingga rangsangannya juga kurang kuat," tutur Yulia pada kesempatan terpisah.

MERASA DITOLAK

Yulia sangat tak setuju jika menyapih dilakukan secara drastis. Entah dengan memisahkan tidur si kecil maupun mengoleskan getah brotowali yang pahitnya minta ampun pada puting si ibu sehingga si kecil tak mau lagi menyusu. "Itu bukan cara efektif yang bisa menyelesaikan masalah. Cara ini hanya akan mengagetkan si anak dan membuat hatinya terluka."

Lain halnya jika dilakukan secara perlahan-lahan. Selain si kecil akhirnya dapat disapih, hatinya pun tak terluka dan tetap dekat dengan ibunya. Penting diketahui, seperti dituturkan Yulia, menyusui anak sama dengan mempererat kedekatan hubungan ibu-anak. Kedekatan ini penting untuk sikap mental si anak kelak.

Dengan disapih, si anak merasa seakan-akan ditolak oleh ibunya. Tak ada lagi kedekatan dengan ibunya. Ia merasa sesuatu yang selama ini membuatnya nyaman telah hilang. Akibatnya, anak meluapkan emosinya dalam bentuk yang tak menyenangkan.

"Dia jadi sensitif seperti gampang rewel dan cengeng." Kalau itu yang terjadi, dekatkan kembali perasaan anaknya. Tentu bukan dengan menyusuinya, melainkan dengan sering memeluk dan membelainya. "Jika biasanya ia menyusu sambil dipangku, maka kegiatan memangkunya jangan lantas berhenti. Tetaplah dilakukan sambil melihat-lihat gambar di buku. Jadi, anak merasa ibunya tetap sayang dan rasa amannya tetap terpenuhi," tutur Yulia.

Jangan lupa untuk memangku atau memeluk si kecil dengan kasih sayang. "Anak kecil juga bisa merasakan, lo, apakah ibunya memeluk dengan kasih sayang atau tidak," lanjut Kepala Pusat Bimbingan dan Konsultasi Psikologi Universitas Tarumanegara Jakarta ini.

MINIMAL USIA SETAHUN

Kehilangan perasaan nyaman dari menyusui kadang melahirkan kebiasaan-kebiasaan buruk pada anak. Entah dalam bentuk mengisap ibu jarinya atau suka memegang payudara ibunya saat tidur. Tentu kebiasaan buruk ini harus segera dihentikan, karena jelek akibatnya kelak bagi si anak. Jika ibunya tak ada, jangan-jangan ia akan "menggerayangi" payudara orang yang mengeloninya. "Bisa jadi nantinya mengarah ke penyimpangan seksual," tukas Yulia.

Lantaran itulah Yulia melihat perlunya memperhatikan saat yang tepat untuk menyapih. Misalnya jangan ketika si anak sedang tak enak badan atau ketika adiknya lahir. "Ia akan cemburu dan merasa semakin ditolak." Apalagi saat si adik lahir, biasanya si ibu juga jadi sibuk mengurusi sang adik, sehingga ia terabaikan. Apa-apa dilarang dan yang selalu diistimewakan adiknya. "Teman atau kerabat ibu atau ayahnya datang membawa hadiah untuk si adik. Akhirnya ia jadi cemburu dan memusuhi si adik."

Soal kapan saat tepat menyapih, baik Yulia maupun Najib menyebutkan tak ada patokan baku. Tergantung pertimbangan orang tua. Jika menurut orang tua sebaiknya ASI dihentikan saat anak usia setahun, boleh-boleh saja. "Kalau mau terus diberi ASI sampai usia 2 tahun, juga tak dilarang. Bahkan ada yang menyusui hingga anak usia 2 tahun lebih."

Kendati demikian, Najib menganjurkan, menyapih sebaiknya dilakukan minimal di usia setahun tapi jangan sampai lebih dari 2 tahun. Sebab, terangnya, "Semakin bertambah usia, kualitas ASI juga sudah tak bagus lagi." Lagi pula, kegunaan ASI juga sudah tak vital lagi karena anak lebih membutuhkan makanan bergizi.

Di atas usia setahun, tuturnya, anak perlu gizi tinggi untuk pertumbuhannya karena perkembangannya sedang pesat. Jika anak yang sedang tumbuh pesat hanya minum ASI, ia akan terkena anemia. Apalagi pada anak menyusui, porsi terbesar makanannya adalah ASI. Ia sudah kenyang dengan ASI sehingga tak mau makanan lain. "Akibatnya, gizinya terganggu. Otomatis pertumbuhannya akan terganggu pula." Anak yang makan aneka makanan seperti halnya orang dewasa yang memang dibutuhkan untuk berkembang dengan baik di tahun kedua, kecukupan gizinya bisa terpenuhi.

Hal lain yang jadi pertimbangan Najib, si kecil sudah mulai tumbuh gigi. "Jika ia masih menyusu, terutama saat hendak tidur, berarti ada kontak gigi dengan air susu. Apalagi pada anak-anak yang belum disapih, biasanya tertidur dengan payudara ibu masih dalam mulutnya. Sehingga ASI masih tergenang dalam mulutnya. Akibatnya, giginya jadi rusak. Terutama gigi bagian depan," terangnya.

Menyusu sebelum tidur, tambah najib, juga bisa menyebabkan infeksi telinga tengah. "Sebab itu jangan menyusui di tempat tidur. Lebih baik sambil memangkunya di sofa. Bila si kecil mau tidur, pakai acara lain. Misalnya didongengi atau dinyanyikan. Dengan demikian si kecil jadi terbiasa tak minum ASI kala mau tidur. Saat menyapihnya pun jadi lebih mudah."

Bagaimana jika menyapih dilakukan sebelum anak usia 1 tahun? "Wah, kalau yang ini, saya tak setuju. Sebab, hanya ASI yang terbaik untuk bayi," tandas Najib. Antara lain, ASI mengandung zat antibodi untuk tubuh bayi. Jika bayi kurang mendapatkan ASI dan si ibu menggantinya dengan formula, maka zat antibodinya akan berkurang. Akibatnya, si bayi gampang terserang penyakit. "Selain itu, susu sapi belum tentu cocok dengan pencernaan bayi. Kalau bayi tak tahan, bisa diare, kembung, dan sebagainya."

DAMPAK BURUK

Dari sudut pandang psikologi, Yulia juga lebih setuju bila menyapih dilakukan di usia 1-2 tahun. Selain kebutuhan gizi dan emosinya sudah cukup terpenuhi, anak juga akan lebih mudah disapih. "Kalau masih kecil, penyesuaian dirinya lebih lentur. Ingatannya juga masih belum terlalu panjang, sehingga ia akan mudah terlupa dengan kenangan manis dari menyusu."

Tapi kalau anak sudah telanjur besar, akan lebih kaku dan lebih sukar diajak bekerjasama dalam menyapih. "Soalnya dia sudah lebih mengerti dan egonya juga sudah tumbuh. Penyesuaiannya jadi lebih sulit."

Selain itu, bila anak usia 2 tahun lebih belum disapih, perkembangan sosialnya dapat terganggu. "Masa sudah 2,5 tahun masih mengempeng ibunya? Dilihatnya juga sudah tak pantas." Apalagi, tambah Yulia, anak usia 2 tahun ke atas sedang getol-getolnya bereksplorasi. Jika ia masih mengempeng ibunya, eksplorasinya tak akan maksimal karena ketergantungan pada ibunya masih besar. Sebentar-sebentar ia akan ngempeng ibunya."

Menyusui dalam waktu lama dikhawatirkan pula akan membuat si ibu dan anak sulit untuk melepaskan diri. Akibatnya, hubungan si anak dengan ayahnya juga sulit terbina. Di sisi lain, hubungan si ibu dengan suaminya juga akan terganggu, karena sebagian waktu ibu lebih banyak untuk si kecil. Nah, sudah siap menyapih si kecil?

Jurus Jitu Memperkenalkan Cangkir Atau Botol

Botol atau cangkir dengan gambar-gambar lucu dan warna-warna cerah bisa dijadikan pilihan, agar si kecil mau minum susu dari botol atau cangkir setelah disapih. Bila perlu, ajak si kecil ke toko untuk membeli botol/cangkir tersebut. Biarkan ia memilih sendiri bentuk dan warna botol/cangkir yang disukainya.

Isi botol/cangkir jangan hanya dengan susu, tapi juga minuman kesukaannya seperti sari buah. Dengan begitu akan mendorong si kecil untuk minum dengan menggunakan botol/cangkir.

Bila si kecil sudah bisa diajak bicara, Anda bisa memberinya pengertian. Katakan, "Kamu sekarang sudah besar, jadi minumnya di gelas seperti Papa dan Mama."

Dra. Yulia S. Singgih menganjurkan, sebaiknya minum dengan botol/cangkir sudah dibiasakan sebelum ASI-nya dihentikan total. Misalnya setiap kali ia makan, tuangkan minuman kesukaannya ke dalam botol/cangkir dan letakkan di dekat jangkauannya.

"Mungkin mulanya ia menolak botol atau cangkir tersebut dan meminta ASI, tapi tetaplah tawarkan cangkir tersebut," kata Yulia. Yang penting, jangan memaksa anak. "Suatu ketika kalau ia sungguh-sungguh haus, ia pun akan meraihnya."

Hukuman juga tak boleh digunakan pada anak yang tak kunjung bisa disapih. Sebab bila hatinya sudah terluka, ia pun semakin merasa disingkirkan oleh orang tuanya. Jadi, lakukan dengan cara baik-baik. Toh, menyapih adalah sesuatu yang alamiah.

Sekalipun anak disapih setelah ia besar, misalnya di atas usia 2 tahun, Yulia tetap tak setuju dengan pemaksaan maupun hukuman. "Anak usia ini sudah masuk ke fase menolak. Jadi, orang tua harus melakukan taktik sebaliknya. Minta ia melakukan hal yang berlawanan."

Indah Mulatsih/nakita

Cara lain, tunggu hingga ia lapar dan haus. Nah, saat itu tentunya ia tak menolak minum dari cangkir. Bisa juga dengan melakukannya sambil bermain. Misalnya, ibu ikut minum, sehingga si anak punya semangat untuk bisa melakukan perbuatan yang sama.

Untuk mencegah kerusakan gigi, Najib menganjurkan agar mengajari si kecil sikat gigi atau berkumur sebelum tidur. Dengan demikian tak ada susu lagi yang tertinggal di mulutnya.