Fenomena "Dinda", Cermin Kultur Kelas Menengah Saat ini

By nova.id, Kamis, 17 April 2014 | 09:15 WIB
Fenomena Dinda Cermin Kultur Kelas Menengah Saat ini (nova.id)

TabloidNova.com - Bisa jadi Dinda tak pernah menyangka, apa yang ia tulis di laman akun media sosial pribadi tentang keluhannya terhadap ibu hamil yang dianggap menyusahkan orang lain di transportasi umum itu akan berdampak sedemikian luas.

Menanggapi fenomena ini, sosiolog yang juga Direktur Institut Social Empowerment and Democratic, Musni Umar, memaparkan, "Apa yang ia (Dinda) katakan di media sosial itu merupakan cerminan dari kultur kelas menengah bangsa kita saat ini yang cenderung individualistis. Sehingga ia merasa tidak peduli lagi terhadap orangtua, ibu hamil, atau orang dengan cacat tubuh. Sehingga ketika ia bertemu dengan orang-orang demikian, akan cuek saja dan merasa tidak bersalah."

Sikap individualistis ini, lanjut Musni, bukanlah sikap dasar bangsa Indonesia yang sejak zaman dahulu kala sudah dikenal oleh bangsa lain di dunia sebagai bangsa yang memiliki jiwa gotong royong, empati terhadap sesama, mau membantu yang sedang kesusahan, dan peduli terhadap orang-orang yang ada di sekitarnya.

"Sikap-sikap cuek atau individualistis yang tidak memiliki empati terhadap orang lain ini sungguh berbahaya, apalagi bila semakin menjangkiti anak-anak, remaja, kelas menengah di Indonesia. Untuk itu, penting sekali untuk kembali menanamkan yang namanya nationalism character building di dalam diri setiap masyarakat Indonesia."

Bagaimana caranya menanamkan kembali nationalism character building ini? Musni menyarankan, pertama adalah tugas orangtua di rumah untuk terus-menerus menanamkan soal moral, akhlak, dan empati terhadap orang lain sebelum si anak ke luar dari rumah. Kedua,  melalui sekolah.

"Para guru, sebelum mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan, sebaiknya ikut berikan ajaran mengenai budi pekerti serta moral yang baik kepada anak-anak sejak dini."

Ketiga, lingkungan yang juga harus mendukung untuk menciptakan sikap-sikap toleransi dan empati terhadap orang lainnya, terutama yang kondisinya lebih lemah ketimbang yang lainnya.

Keempat, "Negara juga saya pikir harus ikut turun tangan menyikapi fenomena anak muda sekarang yang semakin tidak nasionalis atau tidak mencerminkan sikap yang berbudaya  bangsa. Caranya, turun ke lapangan atau blusukan temui warga, ajak diskusi, dan buat regulasi yang tegas untuk mengeliminir sikap-sikap individualis tadi." 

Intan Y. Septiani