Addic'tea
Saskia Pratiwi dan Mutia Safrina, dua sahabat yang sama-sama memiliki kecintaan meminum Thai tea, kemudian membangun bisnis bersama yang tak jauh dari hobinya itu. Sejak tiga tahun lalu, Saskia yang merasa tak puas dengan mencicipi racikan Thai tea di beberapa tempat yang sempat ia kunjungi, mencoba mengolah dan meraciknya sendiri. Hasilnya, dengan bermodalkan browsing resep meracik Thai tea, Saskia pun berhasil menciptakan formula olahannya. Tak disangka, olahannya disukai keluarga dan teman-temannya.
Didukung sang sahabat Mutia, akhirnya dua karib ini memberanikan diri memulai usaha dengan melempar produk Thai tea pertama kali di ajang pemilihan rektor Institut Teknologi Bandung pada 2011. Respona yang diterima mereka ternyata sangat baik, bahkan 50 botol Thai tea olahan mereka laris manis dalam waktu 2 jam saja. Bermodalkan uang patungan sebesar Rp5 juta, akhirnya mereka semakin memberanikan diri memproduksi Thai tea dalam jumlah banyak, dengan merek Addic'tea.
Lagi-lagi, hasilnya di luar perkiraan. Produk olahan mereka semakin laris, bahkan berhasil meraih omzet ratusan juta rupiah per bulan. Dan kini, Addic'tea bisa dikatakan sudah menjadi salah satu ikon minuman di Kota Kembang. Soal lokasi penjualan, Addic'tea tak hanya bisa didapatkan di Bandung saja, melainkan sudah menyebar ke berbagai kota seperti Jakarta dan sekitarnya.
"Setelah tiga tahun berjalan, sekarang Addic'tea sudah memiliki lebih dari 16 titik addic spot di Bandung dan sudah punya reseller tetap di Jakarta," urai Mutia. Jenis produk Addic'tea pun kini semakin beragam. "Dulu cuma punya dua varian rasa, sekarang sudah punya lima, ada Original Thai Tea, Green Thai Tea, Taro Milk Tea, Banana Milk Tea, Coffee Milk Tea, dan Minty Milk Tea. Semuanya direspons dengan baik oleh konsumen," ujar Mutia.
Perkembangan bisnis yang semakin baik juga membuat dua sahabat ini saat ini mampu merekrut enam karyawan untuk membantu melebarkan bisnis Addic'tea. "Soal rasa, kan, harus terus dijaga kualitasnya. Jadi caranya menggunakan daun teh asli dari Thailand untuk membuat Thai tea. Yang ingin kami kembangkan, selain soal daya tahan karena pakai susu, juga ingin terus menambah jumlah addic spot di Bandung dan Jakarta," jelas Mutia.
Soal kompetitor, dua sahabat ini tak pernah merasa khawatir kendati kini semakin banyak bermunculan usaha sejenis. "Kami serahkan ke konsumen saja, kalau sudah ketagihan pasti carinya Addic'tea, kan," ucap Mutia yang bergelar MBA lulusan SBM ITB. Harga yang ditawarkan Addic'tea pun terjangkau dan bersaing.
"Sejak awal, harganyanya belum berubah. Untuk kemasan kecil Rp10 ribu dan Rp40 ribu untuk kemasan 1 liter," jelasnya. Ke depan, dua perempuan lajang ini ingin bisnisnya semakin berkembang dan semakin dipercaya oleh para komsumennya.
MimiChan
Masih dari Kota Kembang Bandung, MimiChan juga menjadi salah satu pilihan Thai tea yang wajib dicoba. Brand ini sebenarnya kependekan dari minum-minum chantique (cantik) yang dikembangkan oleh sekumpulan anak muda yang memiliki kecintaan yang sama dalam menikmakti Thai tea, yaitu Jodi (29), Alvi (29), dan Sarah (28).
"Mimichan sudah mulai jalan sejak 2011. Ketika itu kami jualannya masih eceran, misalnya pas ada acara seperti car free day, pensi, atau acara kampus. Mimichan juga sempat buka outlet di Trans Studio Mal Bandung, tapi kami belum punya perhitungan yang matang. Akhirnya tutup, karena bayar sewa yang terlalu mahal. Ini jadi pengalaman buat kami," cerita Sarah mewakili teman-temannya.
Bermodalkan uang patungan sebanyak Rp10 juta, tiga sekawan ini kemudian menyiapkan kebutuhan produksi dan alat-alat penunjang. "Itu termasuk properti yang untuk sekali produksi perlu bahan baku yang biayanya kira-kira Rp800 ribu. Pertama kali produksi, kami hanya membuat 50 cups dengan ukuran 400 ml, yang kami hargai Rp 10 ribu saja," cerita Sarah.
Soal rasa, Mimichan mengaku memiliki takaran dan sistem operasional produksi yang sudah pasti, sehingga siapa pun yang bertugas di bagian produksi akan selalu menghasilkan rasa yang sama. "Kami masih berbagi tugas, dua orang di bagian produksi dan satu orang untuk distribusi. Ya, sesuai tagline Mimichan, 'The Best Thai Tea in Town'. Kami ingin tetap terjaga kualitasnya," bangga Sarah.
Mimichan menyediakan berbagai varian rasa seperti green tea dan taro, walaupun fokus penjualan masih di rasa Thai tea original. "Kami menyediakan rasa tambahan agar konsumen loyal tidak jenuh. Ini juga permintaan dan masukan dari mereka. Sampai sekarang kami bersyukur produk kami masih diterima. Kami memang mengimpor daun teh dari Thailand sehingga rasanya lebih otentik dan berbeda dengan yang lain," kata Sarah.
Kini Mimichan sudah memilik 22 titik penjualan di Bandung sehingga memudahkan untuk mencarinya. "Dulu kami sudah sempat buka di Kemang, Jakarta, pakai sistem konsinyasi. Sayangnya belum bagus penjualannya, tapi sudah direncanakan ingin segera buka kembali dengan inovasi marketing yang berbeda," ujar Sarah optimis.
Sarah dan timnya percaya, Mimichan disukai selain lantaran volumenya lebih banyak dengan harga yang lebih murah. Rasa dan kekentalan Thai tea olahan mereka pun memiliki komposisi yang lebih pas. "Sudah diuji di Laboratorium Universitas Pasundan, Bandung, Thai tea kami bisa dikonsumsi dan tahan hingga 10-15 hari jika disimpan dalam kulkas," sahutnya.
Ke depan, lanjut Sarah, Mimichan ingin mewujudkan keinginan para reseller yang tertarik membuka usaha ini di berbagai kota besar. "Permintaan untuk buka outlet di Semarang dan Makassar sudah ada, tapi kami masih mencari solusi agar tak ada perubahan rasa. Ini, kan, produk susu yang punya daya tahan tidak lama, jadi penuh risiko. Sistemnya masih kami godok, semoga cepat bisa buka outlet di kota lainnya," harap Sarah.
Excite Tea
Lain lagi bagi Alvin dan Faisal yang memang sudah bercita-cita ingin berbisnis setelah menyelesaikan studi. "Sudah niat mau buka usaha yang perputaran uangnya cepat, jadi tidak membebani. Dan kami memilih untuk memproduksi minuman. Melihat pasar yang ada dan setelah survei, kami pilih bisnis Thai tea," kata Alvin (23), memulai cerita awal usaha dengan merek Excite Tea.
Tepat di awal tahun 2013 lalu, Alvin dan Faisal sepakat menggelontorkan modal pertama berjumlah Rp15 juta untuk biaya produksi dan perlengkapan membangun Excite Tea. "Kami semakin yakin menggeluti usaha ini, karena setelah survei ke beberapa restoran yang menyediakan Thai tea, ternyata olahan kami tak kalah enaknya," tutur Alvin yakin.
Dimulai dengan menjual minuman ini ke lingkungan terdekat seperti keluarga dan teman-teman, Excite Tea dipasarkan oleh Alvin dan Faisal secara kecil-kecilan. "Dulu produknya hanya dijual ke teman-teman kampus, teman SMA, lalu ikut acara-acara seperti bazar sampai acara pernikahan," cerita Alvin.
Setahun berjalan, kini Excite Tea sudah mulai menampakkan hasil. Mereka bahkan sudah mampu produksi sekitar 240 liter Thai tea per bulan. "Variannya Thai tea, green tea, taro, dan oolong tea. Harga juga masih sama, Rp10 ribu untuk ukuran 330ml dan Rp15 ribu untuk ukuran 600ml," papar Alvin.
Menurut Alvin, selama setahun ini Excite tea masih dalam tahap pengenalan produk dan mencoba mencari pelanggan tetap. Untuk mendapatkan Excite Tea, Alvin dan Faisal berkomunikasi lewat media sosial. "Kami terima pesanan lewat akun Twitter dan Line, juga melayani permintaan yang tertarik mencoba Excite Tea," ujar Alvin berpromosi.
Tak hanya memperkenalkan Excite Tea, kini Alvin dan Faisal juga konsen mengembangkan sub brand dengan nama Teh Tarik Mang. "Untuk mendapatkan Excite Tea dan Teh Tarik Mang, bisa dicari di Universitas Indonesia yang tersebar di lima lokasi, serta di Global Islamic School," ujar Alvin dengan bangga. Alvin juga membuka kesempatan bagi yang tertarik bekerjasama dengannya untuk mengembangkan bisnis teh yang dibangunnya bersama Faisal.
Swita A Hapsari