Komunitas Berbagi Nasi
Empat malam dalam seminggu, sekelompok orang rutin membagikan nasi kepada kaum marjinal di beberapa sudut kota. Aksi inilah yang dilakukan Komunitas Berbagi Nasi (KBN). Andika Dwi Saputra, mewakili KBN Jakarta menuturkan, awalnya kegiatan berbagi nasi digagas oleh Abu Marlo (pesulap dan penulis buku Hukum Langit) di Bandung pada medio 2012.
Sedangkan di Jakarta, kegiatan serupa baru dimulai pada Desember 2012. Selain dua kota tadi, aksi ini juga telah menyebar di kota-kota lain seperti Denpasar, Cirebon, Lampung, Purwakarta, Makasar, Depok, Semarang, Pontianak, Jakarta (Pusat, Barat, Timur, Selatan), Bandung, Mojokerto, Karawang, Bekasi, Dumai, Solo, Pare, Malang, Bogor, Surabaya, Sukabumi, Cimahi, Magelang, Cianjur, Aceh, Medan, Jatinagor, Pekanbaru, Batam, Tasik dan Garut.
"Idenya tentang berbuat sesuatu untuk lingkungan sekitar, sekaligus menyebarkan "virus" berbagi kepada orang lain, dari orang terdekat hingga masyarakat luas." Lebih jauh lagi, KBN hadir sebagai jembatan atau wadah bagi mereka yang ingin berbagi dan berbuat baik tapi masih bingung cara menyalurkannya.
Sejauh ini, tutur Andika, KBN Jakarta beraksi tiap Kamis, Jumat, Sabtu, Minggu pukul 21.00 malam dengan wilayah berbeda-beda. Seperti di area parkir Gedung Sarinah, Masjid Agung Al Azhar, Masjid Ar Royyan Daan Mogot, dan Matraman. Wilayah tadi terus bertambah hingga ke berbagai pelosok Jakarta, bergantung jumlah nasi bungkus dan peserta yang ada.
Tak ada survei khusus yang wajib dilakukan sebelumnya. "Ketika keliling membagikan nasi, kami juga sekaligus memetakan area baru yang mungkin akan dikunjungi di jadwal berikutnya," ucap Andika. Untuk KBN di kota Bandung pernah juga kegiatan ini dilakukan dengan tema #Berbagisarapan yang diprakarsai siswa-siswi SD, SMP, dan tim KBN setempat.
Sejatinya, target penerima nasi bungkus ini adalah orang-orang yang tidak punya tempat tinggal, mereka yang tidur beralaskan bumi dan beratapkan langit, pemulung, gelandangan, pengamen, manusia gerobak, hingga tukang ojek sepeda.
"Banyak dari mereka yang tidur di malam hari bukan hanya untuk melepas kantuk tapi untuk melupakan rasa lapar." KBN pun datang tak cuma memberi nasi, "Kami juga berinteraksi dengan saudara-saudara yang kurang beruntung dan belajar banyak dari mereka. Bisa dibilang KBN jadi wadah penghubung jurang sosial yang selama ini terlihat memisahkan."
Reaksi penerima nasi tentu bermacam-macam, ada yang senang, terharu, dan sangat bersyukur, karena mayoritas dari mereka adalah orang yang tertidur atau masih bekerja hingga larut malam dengan perut kosong.
Untuk mengatur pembagian nasi, tiap kota menyesuaikan dengan kondisi masing-masing. Di Jakarta, kata Andika, rata-rata jumlah nasi yang dibagikan per malam berkisar 700-1.000 bungkus. KBN menerima donasi nasi yang diberikan para donatur di meeting point tiap wilayah. "Kami tak membatasi menu lauk pauk maupun jumlah nasi, yang penting layak untuk diberikan dan sesuai kemampuan donatur. Namun sebisa mungkin donasi itu bukan berupa makanan yang cepat basi. Sedangkan donasi dalam bentuk uang akan kami konversikan ke dalam bentuk nasi bungkus."
Keanggotaan KBN juga bersifat cair dan terbuka. "Kami semua lebur jadi satu sebagai manusia yang ingin berbagi dan bermanfaat bagi sesama. Silakan bergabung di kota mana saja." Para peserta di antaranya ada karyawan, ibu rumah tangga, mahasiswa, pelajar, bahkan juga orangtua yang membawa anak-anaknya untuk menumbuhkan sifat berbagi sejak dini.