Kisah Budi Chandra Keliling Asia Dengan Sepeda

By nova.id, Sabtu, 26 Oktober 2013 | 02:17 WIB
Kisah Budi Chandra Keliling Asia Dengan Sepeda (nova.id)

Kisah Budi Chandra Keliling Asia Dengan Sepeda (nova.id)

"Budi Chandra (Foto: Laili) "

Boleh jadi riwayat Budi Chandra (28) bersepeda belum sebanyak penghobi sepeda yang lain, tapi pengalamannya sudah sangat kaya. Walaupun bersepeda baru ditekuni beberapa tahun terakhir, Budi sudah memulai backpacker dengan mountain bike-nya sejak 2012 lalu.

Tak tanggung-tanggung, rute yang diambil adalah Jakarta-Vietnam-Malaysia. Rute sepanjang 4.500 Km tersebut ditempuhnya dalam 2 bulan.

"Waktu tiba di Malaysia, teman-teman KGB (Kelapa Gading Bikers) salah satunya Sutikno Susilo (perwakilan MURI di Jakarta) nanyain, 'mau kemana lagi?'. Kupikir, aku ingin ke China," kenang Budi saat itu.

Pria yang sejatinya berprofesi sebagai tour guide lepas di Pulau Seribu ini kemudian tertantang untuk mengetahui Asia lewat sudut pandang pesepeda. Hingga akhirnya, Budi memutuskan ber-backpacker keliling Asia.

"Aku sempat bilang via FaceBook kalau ada bantuan makan minum di jalan, aku mau China. Jadi mereka patungan kasih dana untuk di jalan," ungkap Budi. \

Dan, pada Maret 2013 pria jebolan Universitas Tri Sakti jurusan Manajemen ini memulai perjalannya.

Dimulai dari keluar rumah di  Jalan Setiakawan V, no.10, RT 11/07, kelurahan Duripulo, kecamatan Gambir, Jakarta Pusat, Budi ke Bandara Soekarno Hatta untuk bertolak ke Ho Chi Minh, dari sana Budi lanjut ke Guang Zhou. Dimulailah perjalanan Budi keliling China, dari Guang Zhou sampai Beijing. Lalu Budi lanjut ke Vietnam lagi, lalu ke Hanoy, Laos, Thailand, Kamboja, Malaysia dan Singapura. Perjalanan itu ditempuhnya selama 4 bulan.

"Dari Singapura saya masu Batam dan menyebrang ke Belawan. Sekarang start lagi ke Aceh mulai kilometer 0 di Sabang," ujarnya bersemangat.

Diakui Budi, kendala yang dihadapi selama bersepeda di negeri orang lebih banyak merupakan kendala bahasa. "Ya, aku memang tidak bisa bahasa asing, seperti Mandarin atau waktu di Thailand," akunya.

Alhasil, Budi kerap menggunakan bahasa tarsan untuk berkomunikasi dan meminta pertolongan.Selain kendala bahasa, kendala lain yang mempengaruhi perjalanan Budi adalah kurangnya informasi soal medan yang dilalui.

"Aku, sih, bawa peta sama GPS. Tapi soal jalan jauh dan rusak tidak pernah tahu," tutur Budi .

Kekurangan ini sempat membuat Budi terdampar di Laos, berjalan 400 kilometer tanpa bertemu orang. "Untung sudah persiapan logistik di tas," terang Budi yang sudah mempersiapkan sepeda backpacker-nya dengan keranjang di depan, belakang dan sisi kanan-kiri untuk membawa perbekalan juga tenda.