Kisah Tiga Serangkai Dari Ciawi "Kami Ingat Punya Adik Perempuan..."

By nova.id, Rabu, 29 Mei 2013 | 12:54 WIB
Kisah Tiga Serangkai Dari Ciawi Kami Ingat Punya Adik Perempuan (nova.id)

Mereka mengaku tak besar kepala lantaran diberi predikat pejuang dan pahlawan. "Enggak berpengaruh, kok. Kami tetap biasa-biasa saja. Anak ketiga memang jago, sih," canda Azis. Maklum, ketiga bocah ini sama-sama anak ketiga dari empat bersaudara dan masing-masing punya adik perempuan.

Uang penghargaan, kata mereka, juga akan dipakai untuk melanjutkan sekolah ke SMK jurusan otomotif. "Soalnya kami semua cinta motor dan suka sekali mengutak-atik motor," ungkap Azis yang juga bercita-cita jadi polisi.

Yang jelas, kata mereka, "Meski nanti saya jadi polisi, Abdu jadi tentara, dan Ilham kuliah, kami akan tetap bersahabat."

Sering Terjadi

Sebenarnya, kata mereka, apa yang mereka saksikan di perkebunan Tapos Selasa lalu itu, bukan hal asing. "Banyak warga sudah tahu tempat itu rawan kejahatan. Pernah ada pembunuhan, mayatnya dimutilasi, tawuran, ataupun perkosaan."

Kenyataan ini juga yang membuat ketiganya merasa prihatin dan miris. "Inginnya, sih, dipantau hingga tidak terjadi lagi. Dan kalau bisa, perempuan-perempuan jangan mau diajak ke situ sama laki-laki yang enggak dikenal," ujar Ilham.

Kisah Tiga Serangkai Dari Ciawi Kami Ingat Punya Adik Perempuan (nova.id)

"AH mengaku, sudah lama ia menaruh hati kepada PA "

Mengaku Kapok

Ditemui di Polsek Ciawi, Kamis (23/5), tersangka pelaku percobaan perkosaan, AH (16), lebih banyak menunduk, "Saya khilaf, terbawa hawa nafsu," sesalnya. Terbata-bata, siswa kelas 3 SMP yang menyambi sebagai tukang ojek ini mengaku, tak berniat menggauli PA. "Saya dimintai tolong teman untuk menjemput PA, pacarnya di sekolah. Saya kenal PA karena dia adik kelas."

Diam-diam, AH menaruh hati kepada PA. Ketika menyusuri perkebunan yang sepi, "Saya jadi tergoda," kata AH yang kepada penyidik mengaku terpengaruh video porno yang ditontonnya semalam sebelum kejadian.

Nah, ketika berusaha menggagahi PA, tiga serangkai pemberani itu muncul. "Mereka tidak memukuli saya, malah mengingatkan perbuatan saya salah. Makanya saya minta maaf dan diam," tutur AH yang kini terancam hukuman 15 tahun penjara.

Ia juga mengaku tak melawan saat warga menghakiminya. "Saya ditampar sampai benjut dan berdarah. Saya ikhlas digituin, kok. Saya salah, menyesal, dan kapok," kata AH yang mengaku baru kali ini melakukan tindakan kriminal.

Akan halnya PA, belum menjalani pemeriksaan di Polsek Ciawi lantaran masih trauma. Ia diwakili Badrun, sang ayah, yang terlihat muram dan enggan berkomentar. Kini, PA mendapat pendampingan dari Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Bogor. Menurut Yoyoh dari P2TP2A, suhu badan PA masih tinggi akibat trauma. "Dia belum bisa diajak bicara. Masih perlu waktu untuk memulihkannya," ujar Yoyoh.