Ia lalu diberi uang Rp100 ribu. Ketika memberikan uang itu kepada istrinya, "Sambil menangis istri saya curiga itu uang palsu." Tak percaya, Makmuri membawa uang itu ke Ketua RW setempat. Esoknya, uang itu ditelusuri hingga pihak Polsek Bogor Selatan menggerebek rumah Nuriyah. Betapa kagetnya Makmuri ketika ditemukan barang bukti uang palsu senilai Rp1,2 triliun di rumah "majikannya" itu. Selain itu, ada pula sertifikat emas dari Bank Swiss yang menyebutkan, uang itu adalah asli. Nuriyah pun langsung diringkus polisi.
"Kalau nurutin kata hati, sih, maunya saya melakukan tindak kekerasan ke Nuriyah. Saya ingin uang saya kembali. Nasib keluarga saya sudah hancur begini." Kembali ke Jakarta pun, lanjutnya, tak mungkin, mengingat utang yang belum mampu ia lunasi. "Untung warga kampung Legok Muncang masih mau menerima saya."
Demi menyambung hidup Makmuri kerja apa saja hingga kasus ini disidangkan dan ada keputusan jelas akan nasibnya. Tiap melihat perkembangan berita ini di teve dan media cetak, Makmuri mengaku kerap kesal melihat wajah Nuriyah yang telah ditangkap. "Dulu dia sombongnya setengah mati, sampai pernah bilang, 'Siapa yang berani tangkap saya? Sekarang saya sudah resmi jadi jendral polisi'," ujar Makmuri menirukan Nuriyah.
Ia berharap uangnya bisa kembali sesuai jumlah yang tertera di kuitansi. Sisanya akan ia jadikan modal usaha dan membeli rumah untuk tinggal keluarganya. "Saya ingin kasus ini cepat selesai dan disidangkan agar saya bisa tenang."
Kiprah "Pemain" Lama
Sekitar 1,5 tahun belakangan, perempuan bernama Nuriyah ini tinggal di kawasan Kampung Legok Muncang, Bogor Selatan. A. Miharja (43), Ketua Rukun Warga (RW) 15 mengakui, sejak awal kedatangannya, Nuriyah sudah menimbulkan masalah. "Ketika datang, dia bangun rumah di tanah milik pemerintah daerah (Pemda). Katanya, dia punya surat tanahnya." Setelah diteliti, ternyata palsu. Akhirnya rumahnya dihancurkan Pemda. "Tapi Nuriyah nekat bangun lagi rumah di dekat lokasi sebelumnya," kata Miharja.
Selama tinggal di wilayah itu, tak pernah Nuriyah terlihat berinteraksi dengan warga sekitar. "Orangnya sangat tertutup, suaminya juga enggak jelas. Bikin resah warga dan malah pernah ada yang berusaha melakukan tindakan anarkis." Beruntung, lanjut Miharja, ia bisa mencegahnya. "Sampai akhirnya terungkap kasus ini."
Lantas, siapakah Nuriyah? Kapolsek Bogor Selatan Kompol Arif Gunawan, S.Sos, hingga saat ini masih terus melakukan pemeriksaan terhadap Nuriyah. Berdasarkan laporan polisi LP/346/IV/JBR/POLRES BGR KOTA/SEK BOSEL tertanggal 24 April 2013, perempuan kelahiran Sukabumi 28 November 1967 ini diduga menjadi pemilik uang palsu sebesar Rp1,2 triliun.
Nuriyah yang mengaku sebagai polisi wanita (polwan) berpangkat jenderal dan mantan gubernur ini ditangkap dengan 59.847 lembar uang palsu pecahan mata uang asing dan rupiah. Sayangnya, pernyataan yang diberikan Nuriyah masih berbelit-belit. "Setiap keterangan yang diberikan selalu berbeda. Dia juga sepertinya depresi," tukas Arif.
Nuriyah, lanjut Arif, mengaku menerima uang palsu itu pada Senin (22/4) sekitar jam 16.00 WIB dari Eyang Aswong alias Sukarno. Sedangkan uang Rp100 ribu sebanyak 27 lembar diterima Senin (22/4) sekitar jam 19.00 WIB dari pria bernama Asbah. Barang bukti lain yang diamankan berupa dua buah emas batangan, dua keris kecil, dan satu unit mobil Toyota Camry dari rumah Nuriyah.
Dari catatan kepolisian pula Nuriyah dikenal sebagai "pemain" lama. Ia pernah ditangkap petugas Polres Sukabumi dengan kasus yang sama dan telah divonis penjara satu tahun. Perempuan bertubuh gempal ini menjalankan aksi kriminalnya sejak 2009 dengan wilayah operasi antara lain Cianjur, Sukabumi, Bogor, Jakarta, dan Tangerang. Dari hasil kejahatannya, Nuriyah berhasil memiliki aset bernilai Rp3 miliar lebih.
Penggandaan uang palsu ini juga menjadi modusnya untuk menggaet para korban. Tak jarang, uang itu dipakainya untuk bertransaksi. Yang menggelikan, setiap menjalankan aksinya Nuriyah selalu mengaku sebagai anggota polwan berpangkat jenderal. Ia bahkan memasang foto dirinya berseragam lengkap perwira tinggi sambil memegang tongkat komando. Ada pula foto ia berseragam pakaian gubernur lengkap dengan topi dan emblemnya. Foto-foto berukuran besar itu dipasangnya di dinding rumahnya.
Edwin Yusman