Kepada Butet, BRIS menyarankan opsi untuk menjual emasnya guna menutup utang. Setelah diitung-itung, karena harga emas saat itu sedang turun, hasil penjualan emas Butet tak cukup untuk menutup seluruh kewajibannya. "Butet tak bersedia dan bersikeras menyelesaikan kontrak hingga selesai," kata Djoko.
Tak dinyana, 18 Agustus 2012, BRIS menjual seluruh aset Butet secara sepihak. Dengan harga Rp 489 ribu per gram, dari hasil penjualan diperoleh Rp 2,5 miliar. Menurut kalkulator BRIS, jumlah itu masih menyisakan utang bagi Butet. Ia musti membayar Rp 40,9 juta untuk menutup selisih penurunan harga emas.
Inilah yang membuat Butet sangat keberatan. Sudah asetnya dijual sepihak, masih dianggap berutang pula. "Ini, kan, namanya penipuan yang menyengsarakan masyarakat kebanyakan," tandas Butet.
Belakangan, Butet menyadari, bukan cuma dia yang merugi. "Tahun 2011 itu keuntungan BRIS melalui program gadai emas mencapai trilyunan rupiah. Ini berarti ada ribuan nasabah mengalami seperti saya. Saya jelas enggak tega orang-orang kecil ini dibohongi lembaga besar."
Enam dari ribuan orang yang merasa dirugikan itu lantas berhasil terhubung dengan Butet. Nasabah yang berasal dari Semarang, Yogyakarta, dan Demak ini adalah Widodo (menggadai 2,5 kilo emas), T.L Hardianto (menggadai 4 kilo), Indah Sulistyowati (menggadai 9137 gram), Elsje Hartini (menggadai 2 kilo), Robert Sugiarto (menggadai 5 kilo), dan Selly Kusuma (menggadai 900 gram). Bersama-sama, ketujuh orang ini memperjuangkan kembalinya aset-aset mereka.
Dalam gugatan tersebut, Butet dan nasabah lain menuntut angka ganti rugi materiil dan imateriil sebesar 47,78 miliar. Butet sendiri mengaku merugi hingga Rp 1,5 miliar, sementara total kerugian enam nasabah lain sebesar 11,2 miliar.
Ditawari Jadi Duta
Bagi Butet, kini permasalahan bukan sekadar soal uang lagi. "Saya ingin mengkritisi, sesuatu yang bagus ini (titel Syariah, Red.) jangan digunakan sebagai kedok untuk menipu rakyat kecil." Ia menyebut ribuan nasabah yang merugi karena dipaksa menjual emasnya saat harga emas rendah. "Mereka enggak bisa apa-apa kecuali menyerah."
Keputusan menggugat BRIS, katanya, juga tak diambil secara gegabah. Bahkan, nyaris dua tahun waktu diluangkan para nasabah bersama BRIS untuk mencari titik temu yang tak pernah tercapai. Oktober 2012, pihak BRIS dan para nasabah dipertemukan BI untuk mediasi. Hasil mediasi kala itulah yang disebut Butet sebagai basa-basi. Masalahnya, setelah pertemuan itu, "Tidak ada tindakan apa-apa. Mereka sekadar menerima kedatangan kami, lalu sudah. Begitu saja," ujarnya.
Butet makin marah ketika masih di bulan yang sama, ia didatangi pihak BRIS yang menawarinya menjadi Duta BRIS. "Kata mereka, kalau saya mau, seluruh kerugian saya akan diganti. Bagi saya, ini semacam penyuapan," tandas Raja Monolog ini.
Butet menolak tawaran ini karena skema tersebut hanya berlaku bagi dirinya, bukan buat seluruh nasabah BRIS yang jadi korban. "Kalau saya ambil, saya seperti mengkhianati korban-korban yang lain. Saya tidak mau."
Merasa tak bisa menyelesaikan masalah ini dengan cara baik-baik, Butet dan kawan-kawan memilih jalur hukum. Menurut jadwal, Rabu (10/4), kedua belah pihak yang bertikai akan dimediasi oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Butet sendiri menyatakan masih membuka pintu damai. "Saya percaya semua masalah bisa diselesaikan bila kedua belah pihak beritikad baik. Saya percaya orang-orang di BRIS dan BI itu orang-orang baik semua."
Astudestra Ajengrastri