Kandura adalah sebuah studio keramik di Bandung. Produknya sudah terpajang di gerai-gerai mewah di Jakarta dan Bali seperti Plaza Indonesia, Grand Indonesia, Kemang, Seminyak, Bali, dan lainnya. Bahkan beberapa produk sudah dibawa ke luar negeri. "Mereka tentu beli di sini, lalu di bawa ke luar negeri," kata Bathsebha Setyaalangghya di suatu siang di Kota Kembang.
Salah satu ciri khas karya para seniman Kandura yang banyak dimintai kalangan muda adalah warna cerah dan bentuk yang unik. Seperti sebuah cangkir dengan handle berbentuk huruf atau berkepala binatang. "Produk ini sangat digemari kalangan muda," tambah Ghia, begitu wanita ini disapa.
Juga perhiasan seperti kalung, anting, gelang keramik yang dipadukan material lain, pun sangat diburu kaum muda. "Kami juga menerima pesanan suvenir pernikahan. Biasanya yang pesan kalangan menengah ke atas," tandas Ghia.
Untuk pemesanan suvenir perkawinan, lanjut Ghia, biasanya calon konsumen konsultasi terlebih dulu ke Kandura. "Model bisa disesuaikan dengan tema pernikahannya," jelas Ghia yang sudah beberapa kali menerima pesanan dari para pesohor di negeri ini.
Namun produk yang paling utama adalah peralatan makan dalam bentuk set maupun satuan. "Yang ini tentu sasarannya keluarga muda. Ini memang pasar yang cukup luas bisa digarap." Tak hanya itu, pihaknya juga membuat serbet sebagai pelengkap set keramik alat makan. Namun elemen keramik tetap ada yakni sebagai cincin serbet makannya.
Kandura juga membuat keramik dinding, tentu tak dalam jumlah besar karena dikerjakan dengan tangan. Ya, sebenarnya dari sinilah Kandura ada lewat proyek restorasi keramik beberapa gedung tua di Malaysia dan Indonesia. Studio ini dibidani tiga jebolan Seni Rupa ITB Bandung, pada tahun 2005.
Ide awal tercetus dari Fauzy Prasetya dari jurusan Desain Produk. Gagasan ini disampaikan ke dua sahabatnya, Tisa Granecia dan Ghia. Awalnya studio ini memfokuskan pada restorasi keramik dinding gedung-gedung bersejarah. Namun seiring berjalannya waktu, tiga serangkai ini juga melirik produk-produk tableware yang lebih luas jangkauan pemasarannya.
Produk mereka makin berkembang setelah bergabungnya Nuri Fatimah di tahun 2009. Kehadiran seniman tekstil ini membuat produk Kandura selain berbahan baku keramik dan kayu, juga mulai merabah eleman kain. Tak mudah sebenarnya menggabungkan pertemanan dalam sebuah bisnis. Namun hal itu sudah disadari mereka. "Kalau sedang bekerja, kami bisa saling berargumen sengit saat mendiskusikan produk. Tapi begitu makan siang, ya, bercanda seperti biasa."
Mereka, kata Ghia, menyadari bahwa Kandura bukan untuk memenangkan ego pribadi. "Studio ini adalah masa depan kami. Ketika saya sedang berkarya, ada nasib teman-teman yang berada di pundak saya. Begitu juga ketika teman lain bekerja."
Membuka studio keramik bukan hanya memikirkan bagaimana menciptakan produk-produk baru. Tapi kami juga harus berani bereksperimen dengan beragam jenis tanah liat agar mendapat komposisi yang pas. "Belum lagi proses pembakaran dua kali dan risiko gagal yang juga sering terjadi. Jika gagal, kami analisa lalu diperbaiki lagi," jelas Ghia yang tiap hari bisa menghasilkan 50-80 produk.
Selain masuk di beberapa outlet mewah, Kandura juga menerima pesanan lewat internet. "Kami biasanya minta waktu 20 hari untuk proses pengerjaan dan pengiriman," tandas Ghia seraya menambahkan rekannya Fauzy pada 2009 terpilih menjadi salah satu International Youth Creative Entreprenuer British Council karena mampu menciptakan kemasan keramik dari besek bambu produksi perajin di Bandung dengan potongan kertas. Kreasi ini dinilai ikut memecahkan masalah sosial dan ekologi.
Kandura, kata Ghia, berasal dari kata "kenduri" yang artinya perayaan, selamatan, atau jamuan makan. Nah, cita-cita Kandura adalah bisa menghadirkan peralatan makan di meja jamuan Anda.
Edwin Yusman F, Sukrisna