Sebagai ibu, aku cukup protektif terhadapnya. Terlambat sedikit saja sampai di rumah, aku akan terus meneleponnya, menanyakan keberadaannya. Puti anak yang baik, ia selalu mengangkat teleponku tanpa terdengar bosan. Padahal, bisa saja ia mematikan ponselnya, kan?
Hubunganku sangat dekat dengan Puti karena kami memang hanya tinggal berdua, setelah aku bercerai dari suamiku. Siapapun temannya, pasti kuketahui. Begitu pula dengan orangtua mereka, pasti kukenal.
Tak heran, ketika mengetahui anakku sakit, teman-teman SMA ataupun kuliahnya bersama-sama melakukan penggalangan dana untuk membantu Puti. Aku tak pernah meminta, mereka lah yang berinisiatif melakukannya. Itu membuktikan, betapa sosok Puti sangatlah baik di mata teman-temannya. Aku bangga padanya.
Sejak SMA Puti memang sudah aktif di dunia entertainment, salah satunya main sinetron. Akulah yang selalu mengantarnya ke lokasi syuting. Puti lebih banyak main untuk film televisi (FTV). Sesekali menjadi MC di berbagai acara. Kuakui, ia tak terlalu ambisius menjalani kariernya.
Menginjak masa kuliah, Puti bahkan mulai jarang syuting dan memilih fokus belajar. Di saat jenuh, ia pernah magang di Singapura. Di sisi lain, aku melihat jiwa sosial putriku ternyata sangat tinggi. Bersama dua temannya ia membuat sepatu merek Junkee Shoes, yang sebagian dari hasil penjualannya ia serahkan ke Yayasan Sayap Ibu, para penderita kanker, atau panti asuhan.
Menurut dokter yang dimintai komentarnya di sebuah tayangan teve, penyebab kanker lidah yang diderita Puti akibat merokok, minum alkohol, dan kehidupan negatif. Padahal ketiga hal itu tak pernah dilakukannya. Aku dan teman-temannya tahu, bagaimana sosok Puti semasa hidup. Clubbing pun tak pernah, paling hanya untuk makan malam. Pokoknya, tak ada yang aneh dalam hidupnya. Namun kakeknya Puti memang meninggal akibat kanker. Mungkin faktor keturunan juga mempengaruhi.
Sebelum divonis menderita kanker lidah stadium 4, Puti terlebih dulu menderita sariawan yang tak kunjung sembuh. Itu terjadi sekitar 3 tahun lalu. Karena cuma sariawan, Puti dan aku mengira ini penyakit biasa. Sudah berobat ke banyak dokter namun sariawan di mulut Puti tak juga hilang. Kebetulan Puti menggunakan kawat gigi, sehingga kami kira sariawan muncul akibat penggunaan kawat gigi.
Sampai suatu hari salah satu giginya patah, meninggalkan bekas runcing pada gigi yang patah itu. Akibatnya, membuat lidah Puti terluka dan menjadi sariawan. Menurut dokter, mulut adalah tempat banyak kuman dan bakteri sehingga ketika ada luka di area mulut, akan membuatnya jadi meradang.
Di samping itu, Puti juga menderita vertigo. Bila sedang menyerang, ia akan merasa sangat pusing, tapi kemudian sembuh sendiri. Namun di bulan puasa tahun 2011 vertigonya kembali menyerang cukup parah hingga ia harus dirawat selama dua hari di RS. Seusai Lebaran 2011 yang Puti rayakan di Padang bersama ayah dan adik-adiknya, aku kembali mengecek vertigonya. Saat diperiksa, ternyata dokter menemukan benjolan sebesar bakso di leher kiri Puti. Dokter lalu menyarankan kami mengunjungi spesialis onkologi dan melakukan biopsi.
Ya Allah, aku lemas ketika dokter mengatakan putriku terkena kanker lidah stadium 2B setahun yang lalu. Bayangkan, bagaimana perasaan Puti saat itu. Dokter lalu menyarankan langsung dioperasi saja. Aku keberatan dan ingin mencari pendapat dokter lain atau second opinion. Ternyata hasilnya sama, Puti harus dioperasi.
Sebelum dioperasi, aku mencoba pengobatan herbal untuk Puti. Namun tak tak ada hasilnya. Kondisi Puti malah semakin drop. Akhirnya, aku pasrah dan Puti dioperasi di Bukit Tinggi, tempat tinggal mantan suamiku. Tujuannya, tak lain agar banyak yang bisa menjaga dan mengawasi.