Selain itu, adik Puti baru saja melakukan operasi payudara dan berhasil diangkat. Kami berharap operasi Puti kali ini pun berhasil. Usai operasi, Puti harus menjalani kemoterapi sebanyak tiga kali. Namun saat menjalani kemo kedua, muncul benjolan baru. Kemo harus ditambah tiga kali lagi. Karena kondisinya makin melemah, aku minta Puti dirawat di Jakarta saja. Rumah kami, toh di Jakarta.
Lalu aku membawa Puti berobat ke RS Dharmais dan menjalani kemo sebanyak 5 kali. Kondisi Puti ketika itu sangat lemah. Aku tak tega melihat anakku dikemo terus. Apalagi banyak orang bilang, penderita kanker akan makin buruk kondisinya usai dikemo. Aku menjadi takut.
Aku kembali memilih melakukan pengobatan herbal demi kesembuhan Puti. Namun di saat melakukan pengobatan herbal, lagi-lagi di bawah dagunya muncul benjolan besar. Melihat kondisi ini, dokter menyarankan agar Puti diradiasi.
Sayang, usai diradiasi luka di dagunya justru makin membesar dan tak ada perubahan pada kesehatannya. Lama-lama dokter yang merawat putriku menyerah. Selain di lidah, kanker sudah menyerang kelenjar getah beningnya. Akhirnya, aku memutuskan merawat Puti di rumah saja, ditunjang sejumlah alat untuk membantu perawatannya.
Aku kerap memberinya painkiller dan morfin. Sebenarnya itu hanya obat pereda nyeri, bukan untuk menyembuhkan sakitnya. Saat kondisinya drop, misalnya muntah tak henti, barulah aku membawa Puti ke RS. Saat kondisinya mendingan, aku bawa ia pulang ke rumah.
Noverita K Waldan / bersambung