Kisah Suami "Tanpa Nurani": Istri Ditindas, Anak Kandung Dilindas (2)

By nova.id, Rabu, 14 November 2012 | 05:15 WIB
Kisah Suami Tanpa Nurani Istri Ditindas Anak Kandung Dilindas 2 (nova.id)

Kisah Suami Tanpa Nurani Istri Ditindas Anak Kandung Dilindas 2 (nova.id)

"Para tetangga RPA dan Ar yang ikut datang saat memberikan kesaksian kepada penyidik Polres Depok.(Foto: Edwin / NOVA) "

Dilindas Motor

Sabtu (3/11) itu Ar mengaku pergi ke rumah orangtuanya. Sementara aku mengajak kedua anakku berkunjung ke tetangga. Namun tak lama Ar kembali ke rumah. Mengetahui kami tak ada di rumah, Ar mendatangi rumah tetangga sambil bersungut-sungut. Dengan penuh amarah Ar tiba-tiba memukul kepala Ax dan memaksa kami untuk segera pulang sambil membentak. Aku bingung dengan sikapnya yang tiba-tiba marah. Karena merasa tak enak kepada tetangga, aku segera mengajak anak-anak pulang.

Si sulung pun pulang berboncengan dengan ayahnya, sementara aku memilih berjalan kaki sambil menggandeng si bungsu, Nd (4). Ketika mendekati gerbang rumah, Ar berujar, 'Pokoknya, lu berdua mati, ya!' Masya Allah... Aku yang mendengar itu makin bingung dan bertanya dalam hati, kenapa ia sampai berkata seperti itu kepada kami. Ar melanjutkan perkataannya, 'Lu udah ngadu ke nyokap gua, ya! Lu udah nyakitin perasaan nyokap gua!'

Oh, aku akhirnya tahu kenapa ia kalap. Aku pun buru-buru membuka pagar dan bersama anak-anak melangkah ke halaman rumah. Seketika aku berpikir, jangan dulu masuk ke dalam rumah karena bila terjadi apa-apa, bagaimana? Jadi, ketika akan menutup pagar, aku pura-pura membetulkannya seolah-olah gembok pagar macet. Aku lalu meminta Ar untuk lebih dulu masuk rumah.

Sayangnya, Ar tampak curiga dan berujar, 'Awas lu ya, kalau kabur! Mati lu, kalau kabur!' Ketika itu Ar masih berada di halaman dan di atas motornya. Sambil berteriak, kusuruh anak pertama kami untuk berlari, kabur. Begitu si sulung mulai berlari, Ar yang terlanjur melihat itu langsung memutar balik motornya ke arah jalanan untuk mengejar si sulung sambil melontarkan ancaman.

Seketika itu pula aku mulai berani teriak minta tolong sambil mengejar Ar bersama si bungsu. Melihat aku teriak-teriak minta tolong, kulihat Ar berputar arah dan mengarahkan motornya ke arahku dan si bungsu. Aku sempat menghindar, tapi astagfirullah, sepeda motor yang ditungganginya sontak menabrak si bungsu dan melindas tubuhnya.

Aku histeris dan berteriak sambil berurai air mata, 'Gila lu ya. Anak kandung sendiri lu tabrak, lu lindas!'. Anehnya, Ar kembali memutar motornya sambil memaki, "Bodo amat! Mati juga enggak gua pikirin. Bukan urusan gua!"

Masya Allah... Sampai hari ini pun aku masih tak habis pikir, mengapa ia tega melakukan itu kepada anak kandungnya sendiri. Dan tak puas sampai di situ, Ar kembali mengejar si sulung, sementara aku menghampiri si bungsu yang masih terkapar di jalanan. Aku coba membangunkan anakku. Mukjizat, Nd hanya luka lecet di pipi kirinya. Dia pun terbangun dan kami berlari mencari tempat berlindung. Tak lama datang seorang tetangga membantu kami dan mengantarkan aku melaporkan Ar ke polisi.

Ya, untuk kedua kalinya Ar dilaporkan ke pihak yang berwajib akibat perbuatan kejinya. Aku kini hanya berharap, Ar bisa mendapat pelajaran dari apa yang sudah dilakukannya terhadap kami dan menyerahkannya ke ranah hukum.

Namun di sisi lain, aku sendiri belum bisa memutuskan apakah akan meneruskan pernikahan ini atau tidak. Anak-anak masih suka bertanya soal ayahnya. Terlebih anak pertama kami, walaupun dia sering kena pukul ayahnya, tapi dia sayang sekali pada ayahnya. Sementara si bungsu, tampaknya masih syok. Dia tak berani masuk ke dalam rumah karena masih trauma akan kejadian itu.

Yang aku mau sekarang hanya hidup tenang bersama kedua anakku...

Minta Cabut Laporan