Saat Nani dipindahkan ke Rutan Serang, terbersit rencana Bagas akan tinggal bersama ibunya di dalam rutan dan sudah mendapat lampu hijau dari Kepala Rutan Serang, Veri Johannes. "Tapi melihat ruang tahanan wanitanya cuma satu kamar dan dihuni sekitar sembilan orang, rasanya kasihan jika Bagas harus tinggal di situ. Makanya kami bawa pulang lagi."
Sebenarnya, lanjut Neti, banyak pihak yang menyarankan agar selama di tahanan Nani menyimpan ASI agar Bagas bisa tetap minum ASI saat malam hari. "Tapi, kan, perlu tempat khusus untuk menyimpan ASI. Kalau, toh, kami bisa beli alatnya, apa mungkin bisa ditaruh di rutan? Lagipula bagaimana belinya? Kami tak punya uang. Buat ongkos angkot sehari-hari ke sini saja, sudah ngos-ngosan," tutur istri dari Heru, karyawan Krakatau Steel, Cilegon. Apalagi, dua anak Neti juga perlu biaya sekolah.
Padahal, selain Bagas, Neni juga harus merawat Wira, kakak Bagas. Sehari-hari siswa kelas 2 SD IV Cilegon ini tinggal bersama ayahnya di kompleks perumahan Metro Villa. Sejatinya, kompleks ini tergolong cukup mewah untuk wilayah Cilegon. Namun rumah yang ditempati keluarga Nani kontras dengan rumah para tetangganya. Dari luar tampak berantakan, baru separuh jadi. Beberapa kanopi di atas jendela ruang tamu pun belum selesai dibeton. Yang terlihat hanya rangkaian besi yang sudah berkarat.
Tak ada taman asri seperti di rumah para tetangganya. Di samping pintu masuk terlihat rak sepatu berdebu. Di atasnya bertengger helm yang sudah lama tak dipakai. Sayup-sayup terdengar suara teve dari dalam. Ketika pintu dibuka, muncul seorang bocah lelaki yang masih berseragam sekolah. Mata Wira, bocah itu, seketika berbinar melihat kedatangan tantenya yang menggendong Bagas. "Uwak, besok libur, Wira mau ke rumah Uwak, ya," kata Wira yang hingga jam 16.00 itu belum makan. Neti segera meletakkan Bagas di tempat tidur, menuju dapur, dan tak lama kemudian tersaji semangkok mi instan dan sepiring nasi. Sekejap kemudian semuanya tandas disantap Wira sambil lesehan di lantai.
Selain harus mengurus Bagas, keluarga Neti juga harus sering menjenguk Wira yang kini tinggal berdua ayahnya. Beruntung, bocah kelas 2 SD ini sangat mandiri. Pulang sekolah dengan mobil jemputan, Wira menunggu sendirian di rumah sampai ayahnya pulang kerja.
Sesekali, suami Neti menengok keponakannya sambil membawakan makan siang. Jika suaminya tak bisa, Neti minta Tia (anak sulungnya, Red.) yang kuliah di Untirta Serang mengirim makan siang untuk Wira. Kadang ayah Wira juga pulang untuk mengantar makanan. "Kalau mereka tak bisa, saya yang datang. Kasihan Wira."
Sejak Nani mendekam dibui, dua anak itu juga sering sakit-sakitan. "Terakhir Wira demam tinggi, kena campak. Bagas malah sudah kena duluan," terang Neti yang semula bingung saat Wira tanya ke mana ibunya pergi. "Akhirnya keluarga sepakat kasih jawaban, ibunya sedang kuliah di Jakarta. Dia pun tak tanya-tanya lagi."
Jual Apa Saja
Entah sampai kapan Neti harus menjalani ini. Pasalnya, permohonan penangguhan penahanan yang diajukan pengacara Nani sampai kini belum direspons pihak kepolisian hingga berkas Nina dilimpahkan ke Kejaksaan Serang dan menunggu sidang yang rencananya akan digelar di PN Serang pekan depan.
Sebenarnya, papar Neti, keluarga besarnya sudah berusaha mencari uang jika pihak Reno Januar mau mencabut laporannya dan menyelesaikan masalah ini secara damai. "Suami saya sudah menyanggupi cari uang, entah dengan cara pinjam atau jual barang yang ada. Tapi rupanya mereka memilih melanjutkan masalah ini."
Walau sejatinya bukan sesuatu yang mudah untuk mendapat uang sebanyak itu bagi keluarga Neti, "Tapi daripada repot begini, mending jual apa saja yang kami punya." Namun yang penting, lanjut Neti, "Kalau masalah ini selesai, Bagas dan Wira bisa kumpul lagi dengan ibunya. Kasihan anak-anak itu."
Sukrisna / bersambung