Di akhir sidang Rabu (29/8) silam, suasana memang menjadi sedikit ricuh. Sebelum ketua majelis hakim, Antonius Widyatono mengetuk palu, Mulyadi yang semula duduk di belakang langsung menerobos ke bangku tengah. Sambil menunjuk-nunjuk hakim, ayah dari Buhari (17), salah satu korban yang meninggal akibat kecelakaan itu, berteriak lantang hukuman 15 tahun itu tidak adil. "Harusnya dihukum 20. Kalau perlu hukuman mati!" kata Yadi.
Alhasil, pria berkepala plontos ini langsung digiring polisi ke luar ruangan sidang. Namun "protes" Yadi segera disusul oleh keluarga korban lainnya. Sidang pun menjadi makin riuh. Ketukan palu Widyatono tak terdengar, tenggelam oleh kerasnya teriakan para keluarga korban. Di luar ruang sidang, kegaduhan berlanjut. Kali ini mereka mengejar mobil tahanan yang bakal ditumpangi Ani menuju Rumah Tahanan Pondok Bambu. Berkat pengawalan puluhan polisi, akhirnya mobil tahanan tersebut lolos dari hadangan para keluarga korban.
Sejak sebelum sidang putusan dijatuhkan, Yadi memang mengaku akan kecewa jika Ani dijatuhi hukuman di bawah 20 tahun. "Pokoknya minimal sesuai tuntutan jaksa. Kalau perlu hukuman mati, karena perbuatannya sudah menghilangkan banyak nyawa," jelas Yadi.
Keyakinan Yadi dirasakan karena selama persidangan Ani telah terbukti mengonsumsi narkoba sebelum menyetir. "Ini untuk pelajaran bagi semua orang. Mengonsumsi narkoba sangat membahayakan orang lain," tambah Yadi yang selama ini mengaku tak ada komitmen apa-apa dengan keluarga Ani. "Tak ada perdamaian dengan mereka."