Pengobatan di New Zealand seperti Robin inilah yang diinginkan David untuk Simon. Namun ia merasa sulit membawa anaknya. Padahal, izin tinggal Simon yang warga negara New Zealand di Indonesia, sudah kedaluwarsa alias overstay. Berbekal alasan itulah, April lalu David ditemani pihak imigrasi Surabaya, datang ke rumah Marisa untuk menjemput Simon. "Saya ingin Simon diambil paksa oleh petugas imigrasi," ujar David.
Namun ketika sampai di rumah Risa di Trenggilis Mejoyo, Surabaya, David dan rombongannya tak diperbolehkan masuk oleh Risa. Setelah berdiskusi alot, Risa akhirnya memperbolehkan petugas Departemen Kehakiman untuk menengok Simon. Saat itu Simon berada di kamar dengan kaki terborgol di tempat tidur. "Dalam keadaan kaki terborgol itulah, petugas imigrasi memotret Simon. Selanjutnya, entah bagaimana, foto itu sampai ke media New Zealand," tukas Risa.
Hasil dari pertemuan hari itu, sebut Risa, David memang tak berhasil membawa pergi Simon. Bahkan, petugas imigrasi memutuskan memberi waktu lima bulan lagi bagi Risa untuk merawat Simon. Ini membuat David berang. "Saya yakin setelah lima bulan, dia tetap tidak akan menyerahkan Simon kepada saya. Ini bukan pertama kalinya dia minta waktu lima bulan. Saya tidak mengerti kenapa imigrasi tidak mengabulkan permintaan saya untuk mendeportasi Simon," ucap David.
David tetap bersikeras membawa Simon ke New Zealand untuk diterapi, sedangkan Risa pun tak mau menyerahkan Simon. "Sampai kapan pun saya tidak akan menyerahkan anak saya," ujar Risa yang sudah mulai berunding dengan pengacaranya untuk menetapkan nominal yang harus dibayarkan David atas tindakan penelantaran dan pencemaran nama baik. "Saya berencana minta Rp 1 Trilyun."
Tampaknya, akhir kisah perseteruan Risa-David masih perlu waktu beberapa episode lagi...
Gandhi Wasono, Hasuna Daylailatu