Musibah Bus Rombongan PKK, Suasana Mencekam Jelang Kejadian

By nova.id, Kamis, 17 Mei 2012 | 07:18 WIB
Musibah Bus Rombongan PKK Suasana Mencekam Jelang Kejadian (nova.id)

Musibah Bus Rombongan PKK Suasana Mencekam Jelang Kejadian (nova.id)

"Fatkhur tak menduga pesan untuk menjada adik-adiknya adalah pesan terakhir yang disampaikan mendiang ayahnya. (Foto: Amir Tejo/Dok NOVA) "

Tampak Murung

Yayuk bersyukur lolos dari maut. Namun nasib berbeda dialami keluarga Imam Zuhdi (63). Ia bersama istri, Suwarni (53) dan seorang anaknya, Arizalu Rahimza Lazuardi (28) tewas dalam musibah itu. Kehilangan tiga anggota keluarga sekaligus tentu membuat duka cita mendalam. Ini yang dirasakan Fatkhurrahman, anak tertua Imam Zuhdi.

Fatkhur sadar, rezeki, ajal, dan jodoh memang rahasia Tuhan. Namun ia tak menyangka, musibah ini bakal menimpa keluarganya. Seolah firasat buruk dari cerita tetangganya sebelum kejadian, ayahnya yang biasanya bersemangat tampak begitu murung. Supriyadi, sang tetangga, sempat bertanya kepada Zuhdi. "Namun bapak tidak merespons," imbuh Fatkhur yang sudah empat tahun ini hidup mandiri bersama keluarganya.

Dikatakan Fatkhur,  ia terakhir kali mengunjungi orangtuanya sebulan lalu. Dalam pertemuan terakhir itu, tak banyak percakapan yang dilakukan Fatkhur dan kedua orangtuanya. Namun saat berpamitan akan pulang, ayahnya sempat berpesan, "Doni (panggilan kecil Fatkhurrahman) tolong jaga adik-adikmu, ya, kalau Bapak dan Ibu pergi," ujar Fatkhur menirukan ucapan ayahnya.

Saat itu Fatkhur menduga, permintaan ayahnya itu berkaitan dengan rencana kepergian keluarga ini ke Jakarta bulan depan. Kebetulan Juni mendatang, salah seorang kerabat Zuhdi di Jakarta mengadakan hajatan. Zuhdi, istri, dan anggota keluarga lain akan menghadiri hajatan tersebut. "Keluarga sudah beli 10 tiket kereta. Rencananya Bapak akan berangkat tanggal 8 Juni.  Makanya saat bapak berpesan seperti itu, saya berpikir harus menjaga adik-adik saat Bapak berangkat ke Jakarta. Ternyata bukan itu yang dimaksud Bapak," ujar Fatkhur dengan nada sedih.

Fatkhur mengungkapkan, semasa hidupnya Zuhdi dikenal sebagai aktivis di kampungnya.Selepas pensiun sebagai karyawan PLN, bukannya berpangku tangan, Zudhi malah semakin aktif di semua kegiatan kampung. Dari aktivitas kegiatan lansia seperti senam lansia, pertemuan lansia, hingga mengurusi Masjid Al Muhajirin. "Bahkan Bapak beberapa kali menjadi ketua takmir. Belakangan, Bapak mundur untuk memberikan kesempatan kepada yang muda-muda," ujar Fatkhur.Selain aktif di kegiatan kampung, Zuhdi juga aktif di kegiatan Muhammadiyah. Bahkan Zuhdi merintis untuk menghidupkan kembali cabang Muhammadiyah yang ada di Nganjuk, Jawa Timur. Di usianya yang sudah senja ini, untuk urusan bepergian jauh dengan menggunakan sepeda motor bukan halangan bagi Zuhdi. "Bahkan Bapak pernah pergi ke Yogyakarta menggunakan motor." 

Meninggalnya sang ibu juga merupakan kehilangan besar bagi Fatkhur. Bagi Fatkhur, ibunya sosok pekerja keras. "Setelah Bapak pensiun, Ibu berjualan bahan-bahan kue di pasar sekitar Perumahan Candi Lontar. Lumayan, untuk tambahan penghasilan keluarga."

Soal musibah ini, Fatkhur mengungkapkan posisi tempat duduk orangtuanya. "Menurut cerita para tetangga, Bapak, Ibu, dan adik duduk  di bagian belakang sebelah kiri. Kabarnya, korban kebanyakan berada di sebelah kiri. Adik saya yang duduk di kursi paling belakang sempat terlempar keluar dari bus. Adik terlempar karena goncangan bus dan pintu yang terbuka. Ini bisa dilihat dari luka serius di kepalanya," katanya lirih.

Soal nasib sopir, Fatkhur menyerahkan semua proses hukum kepada polisi.

 Amir Tejo