Kudus Menuju Sentra Bordir (2)

By nova.id, Sabtu, 28 April 2012 | 22:15 WIB
Kudus Menuju Sentra Bordir 2 (nova.id)

Kudus Menuju Sentra Bordir 2 (nova.id)
Kudus Menuju Sentra Bordir 2 (nova.id)
Kudus Menuju Sentra Bordir 2 (nova.id)

"Foto: Rini Sulistyati/Nova "

Yuyun Raunia Rahman BOOMING BERKAT BORDIR WARNA-WARNI

Perajin lain yang mewarisi usaha orangtuanya adalah Yuyun Raunia Rahman (34). Yuyun mengisahkan, sang ibu Hj. Hannah sudah bisnis konveksi sejak tahun 1987. Di tahun 80-an itu, industri konveksi bordir di Kudus mengalami masa jaya. Namun sempat pula surut.  "Ini semua gara-gara persaingan tak sehat dengan cara banting harga. Masyarakat juga bosan dengan busana bordir tangan. Para tetangga sempat kolaps, namun ibu tetap tegar melanjutkan usaha busana bordir tangan," kisah Yuyun.

Kala itu, Hannah justru melihat peluang pasar karena perajin lain mulai beralih ke bordir mesin juki dan komputer. "Ibu membuat busana muslim untuk wanita umur 40 tahun ke atas. Nama labelnya Latanza. Pasar potensialnya Jateng, Jatim, dan Jakarta. Cara berjualannya mengandalkan sales dengan menitip jual ke pasar-pasar besar. Saya kala itu masih menjadi orang kantoran setelah lulus menjadi sarjana psikologi UII, Jogja" tutur Yuyun.

Yuyun mengaku sempat tak mau terlibat dalam bisnis konveksi. Namun ibunya selalu mengingatkan, kendati bisnis konveksi penuh hambatan dan tantangan, tetapi  memberi keuntungan yang menjanjikan.Karena terus dibujuk ibunya, Yuyun takluk. "Tahun '90-an saya mulai ikut-ikutan menekuni bisnis konveksi. Saya mulai dengan produk gamis model Timur-Tengah yang serba hitam dengan aneka kombinasi bordir warna-warni. Saya memilih hitam karena dipadu dengan benang bordir warna apa pun bisa masuk."

Produk dengan label Rhaunia itu ditujukan untuk pasar perempuan usia 40 tahun ke bawah.  "Ternyata langsung booming. Dari bisnis itu saya bisa naik haji bersama suami dan membeli rumah," lanjut Yuyun yang bertekad tidak mau membuat produk yang sudah ada di pasar.

Usaha Yuyun makin berkembang. Ia memiliki 50-60 karyawan yang beraktivitas di dalam dan luar bengkel kerjanya. Yuyun pun mampu memproduksi sekitar 4 ribuan potong. Demi memenuhi  keinginan pasar, "Per bulan ia mengganti model atau pola bordir. Namun, ada satu gamis, modelnya sudah  tujuh tahun masih diminati," paparnya.

Sayangnya, Yuyun mellihat ada persaingan tak sehat antara sesama pengusaha. Salah satu contoh, beberapa waktu lalu ia membuat satu produk seharga Rp 100 ribu. Produknya ini mendapat sambutan bagus dari masyarakat. "Seminggu kemudian, mereka membuat produk tiruan dengan menurunkan harga sampai Rp 70 ribu. Bahkan ada yang menjual seharga Rp 20 ribu. Harga segitu, kan, tidak bisa diterima akal. Tapi begitulah cara meraih pasar."

Yuyun tak mau ikut-ikutan. Ia lebih suka terus berkreasi untuk meraih pasar. Yang terbaru, adiknya terjun membuat gamis Najwa  untuk pasar menengah-atas. Gamis ini penuh dengan hiasan bordir dipadu payet-payet, songket, dan bebatuan. Kesan mewah pun muncul.

Rini Sulistyati