Geliat Kaum Perempuan Mengangkat Lurik (2)

By nova.id, Senin, 26 Maret 2012 | 11:01 WIB
Geliat Kaum Perempuan Mengangkat Lurik 2 (nova.id)

Penghargaan terhadap kreasi berbahan baku lurik, kata Naren, lebih banyak datang dari Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Ia mengukurnya dari jumlah pesanan yang datang. "Susahnya memasarkan lurik, karena banyak yang belum aware. Anggapan mereka, lurik bahannya kasar. Tidak cantik. Jadi di sinilah letak tantangannya. Terlebih saat berpameran produk saya sering disandingkan dengan batik. Karena itu setiap pameran, selain bawa kain, saya juga bawa contoh produk yang sudah jadi. Ada yang saya padukan dengan tenun Ende atau Jepara. Semua itu agar masyarakat tahu bahwa lurik bisa diakomodir dengan tenun dari daerah lain. Saya juga mainkan dengan kombinasi bordir."

Karena awam terhadap produk lurik, Naren belajar sedikit-demi sedikit tentang nama motif lurik, pewarnaan, dan sifat kain. Ia juga terus menjalin kerjasama dengan perajin lurik. Ia membaca dan mendengarkan kemauan pasar, lalu meneruskannya ke perajin. Dari sini sinergi terus terjalin dan dampaknya usahanya bisa bertahan. "Saya enggak menyangka bisa bertahan. Dalam sebulan omset bisa tinggi, terutama saat ada pameran. Rata-rata bisa sampai di atas Rp 30 juta. Tantangan saya ke depan, membuat busana dari kain lurik yang lebih fashionable. Masyarakat pasti mau pakai lurik lagi."

Rini Sulistyati