Vonis yang dijatuhkan hakim jelas membuat kuasa hukum Esi Ronaldi kecewa. "Sejak awal kami sudah menduga pasal perbuatan tidak menyenangkan yang dipakai hakim untuk menentukan vonis. Jaksa yang ngotot memasukkan pasal ini," ujar Slamet Yuwono, SH dari kantor pengacara OC Kaligis. Selain itu, Slamet juga merasakan banyak rekayasa. "Misalnya, di ruang tempat Pak Irzen diperiksa ternyata tidak ada CCTV, sementara ruang serupa di sebelahnya ada," tandas Slamet saat jumpa pers di kantor OC Kaligis, Rabu (7/3).
Selain itu, hasil otopsi ulang oleh Dr. Mun'm Idris yang tidak disetujui polisi tanpa alasan jelas, juga tidak digunakan sebagai bahan pertimbangan. "Padahal, Dr. Mun'in sudah bersaksi di persidangan dan foto-foto hasil otopsi juga sudah dikirimkan ke majelis hakim sebelum putusan. Menurut otopsi Dr. Mun'im, memar di batang otak almarhum tidak akan terjadi kalau bukan karena kekerasan benda tumpul," lanjut Slamet lagi.
Oleh karena itu, pihaknya berharap jaksa melakukan banding dan kasasi terhadap vonis hakim. Bagaimana seandainya jaksa tidak melakukannya? "Kami akan mengecamnya," tandas Slamet sambil menambahkan, pihaknya juga mengirim surat ke Dewan Hak Asasi Manusia PBB yang berkantor di Jenewa pada 7 Maret lalu. "Kami berharap agar Dewan HAM PBB menginvestigasi Citibank atas kasus ini, tanpa ikut campur terhadap proses hukum Indonesia."
Banding tak hanya akan dilakukan oleh pihak Slamet. Lutfi Hakim, SH selaku penasihat hukum Arief Lukman dan kawan-kawan juga tengah bersiap untuk melakukan banding. "Mereka hanya kena pasal perbuatan tidak menyenangkan, tapi kena hukuman maksimal setahun. Padahal, hakim mengungkapkan beberapa hal yang meringankan terdakwa," kata Lutfi.