Meski sudah menjalin hubungan sejak SMA, namun alangkah terkejutnya aku ketika di pertengahan tahun 2010 Mas Didit yang saat itu tengah berlayar di luar pulau berkirim SMS yang isinya mengajakku menikah. Sungguh, jantungku mendadak mau copot saat membaca SMS itu. Rasanya bagai mimpi saja. Rasa antara percaya dan tidak langsung menyergap. Hal serupa juga dirasakan kedua orangtuaku saat aku memberitahu mereka.
Tak sekadar diucapkan, tak lama kemudian Mas Didit benar datang dan langsung menemui Bapak dan Ibuku untuk menyampaiakan niat baiknya itu. Ketika aku bertanya kepadanya mengapa mau memilihku ia mengatakan kagum padaku, yang memiliki semangat tinggi. Soal kekuarangan fisik, ia tak mempermasalahkan karena menurutnya tak boleh sekadar melihat manusia hanya dari fisik semata, tetapi juga harus melihat kepribadiannya.
Tak lama kemudian seluruh keluarga besarnya datang melamarku. Ternyata bukan hanya Mas Didit yang memiliki hati mulia. Seluruh keluarga besarnya pun mau menerimaku apa adanya. Sungguh sangat terharu setiap aku mengingatnya.
Setelah semua keluarga sepakat, resepsi perkawinan kami pun dilaksankan secara sederhana namun khidmat pada 24 November 2010. Setelah menikah, ia tak lagi bekerja lagi di kapal. Mas Didit sempat bekerja di berbagai tempat, tetapi saat ini ia bekerja di RS Haji Surabaya, sebagai chef, dan pulang setiap dua minggu sekali. Aku merasa tersanjung, bila pulang aku benar-benar dimanjakannya.
Bayangkan, kerja sedikit saja aku tidak diperbolehkan. Bila sedang di rumah, ia akan memasak dan membersihkan rumah sendiri tanpa boleh aku bantu. Ia hanya ingin aku istirahat, duduk dan nonton teve. Sikap Mas Didit sangat lemah lembut, sama sekali tak pernah marah apalagi berkata kasar. Mas Didit baru akan marah bila melihat aku lupa menunaikan salat.
Terkadang pula saat ia ada di rumah aku diajaknya jalan-jalan ke mal agar aku tidak bosan hanya berada di rumah saja. Tidak ada rasa malu atau risih sedikitpun ketika ia mendorong kursi rodaku berjalan-jalan di tengah kerumunan orang di dalam pertokoan. Ia tak peduli, meski ada sebagian orang yang memandang kami dengan ekspresi aneh. Justru sebaliknya, terkadang aku yang merasa malu diperlakukan demikian oleh orang lain. Namun intinya, aku tak bisa menggambarkan dengan kata-kata kebahagaiaanku mendapatkan Mas Didit.
Aku merasa ini adalah berkah Allah yang tak ternilai buatku. Ia benar-benar lelaki yang luar biasa hebat karena bisa menerimaku apa adanya. Oh ya, beberapa waktu lalu sebenarnya aku sempat hamil. Sayang, mungkin karena kecapekan sehabis membantu kakak mengerjakan sesuatu sehingga aku keguguran. Tahu aku mengalami kegguguran, lagi-lagi Mas Didit memberiku semangat dan berusaha menenangkan hatiku. Aku berharap, kesetiaan Mas Didit ini terjaga sampai kapanpun. Amin.
Gandhi Wasono M