Dia sudah lebih tegar. Justru Ani berulang kali bilang supaya saya kuat menerima musibah ini. Dia minta saya mendoakan. Dia juga tampak tabah di sel, apa yang terjadi semua harus dijalani. Saya makin sedih mendengar dia berkata begitu. Ani juga berusaha menenangkan diri dengan salat, mengaji, puasa, meski rasa bersalahnya masih kental mengendap.
Padahal sebelum kejadian ini rasanya tidak ada firasat apa pun. Memang dia bilang mau meeting untuk proyek besar. Kalau berhasil, nilainya lumayan. Ani cuma pamit cium tangan dan pipi, lalu pergi kerja hari Sabtu sore. Saya juga tidak kenal tiga temannya di mobil saat kejadian. Belakangan, Ani hanya bilang mereka teman kampusnya.