Bongkar Resep Warisan Sebelum Dikalengkan (1)

By nova.id, Jumat, 27 Januari 2012 | 23:48 WIB
Bongkar Resep Warisan Sebelum Dikalengkan 1 (nova.id)

''Bukannya saya mau memonopoli. Sebab saya dengar, LIPI pernah menawarkan kerjasama dengan sejumlah pedagang gudeg lain, tapi tidak mendapat sambutan. Sementara saya yang pertama mengajak kerjasama secara resmi dan benar-benar berjuang untuk mewujudkan gudeg kaleng,'' jelas ibu tiga anak ini.

Kendati menjadi pelopor gudeg kaleng, Jatu tak menampik ada sejumlah pedagang gudeg lain yang juga ingin memiliki gudeg serupa. ''Ya, silakan saja. Yang namanya dagang, apa pun itu, di mana-mana pasti ada persaingan, ada yang meniru. Itu hal biasa. Bedanya, saya benar-benar berjuang mewujudkan impian saya dari nol.''

Gudeg kaleng yang diproduksinya, menurut Jatu, selain dijual di rumah makan miliknya di Jl. Janti 303, juga dititipkan di toko batik ternama di Jakarta dan di sejumlah tempat di Jakarta. ''Banyak, kok, peminatnya. Kebanyakan orang-orang dari luar DIY. Sementara orang asing mungkin malah belum familiar, ya.''

Sejak ditandatangani MOU, kini seminggu sekali Jatu mengirimkan sejumlah panci gudeg fresh dari anglo dibawa ke LIPI di Gunung Kidul untuk dikalengkan. ''Isinya gudeg, telur bulat, daging ayam suwir, sambal kerecek dan tholo. Tidak pakai tempe agar tidak asam. Beratnya 210 gram. Jadi sekarang ini saya punya dua produk gudeg. Yang dikemas dalam kendil, besek, atau piring dengan sambal kerecek, tempe, dan tholo. Sementara yang kaleng tanpa tempet dan tholo. Per kaleng harga dari saya Rp 20 ribu. Tapi kalau dijual lagi di tempat lain bisa beda harga, karena mereka kulakan pakai ongkos kirim.''

Rini Sulistyati / bersambung