Usianya masih belia. Gadis manis dengan tahi lalat di dagu ini baru menginjak kelas dua SMA Dwijendra Bualu, Nusa Dua, Bali. Ni Nengah Widiasih sejak kelas 6 SD sudah tinggal di asrama Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Bali. Sengaja memilih tinggal di sana lantaran lebih dekat ke sekolah dan merasa lebih percaya diri daripada hidup di kampung halamannya, Kabupaten Karangasem, Bali.
Berawal dari ikut-ikutan sang kakak I Gede Suantaka yang atlet angkat berat dan teman-temannya yang juga banyak berkiprah di dunia yang sama, akhirnya membuat Widi mau menjajal cabang olahraga maskulin itu. Untuk bisa menjadi atlet di cabang ini diperlukan latihan yang intensif. "Dalam seminggu kami harus latihan empat sampai lima kali. Kami latihan seperti sudah pertandingan. Repetisinya sampai berkali-kali," ujarnya. Ia mengatakan, saat latihan sanggup mengangkat berat dengan beban hingga 95 kg. Bahkan jika kondisinya sedang benar-benar fit, 100 kg pun bisa diangkatnya.
Widi mengidap lumpuh pada kedua kakinya sejak berusia 4 tahun. Ia merasakan sedih saat melihat semua saudaranya yang kondisi fisiknya normal. "Minder itu pasti. Saat saya berumur di atas 8 tahun baru merasa benar-benar minder," kata gadis kelahiran 19 tahun silam yang hanya pulang ke rumahnya saat hari raya.
Selama tinggal di asrama, biaya hidup Widi sudah ditanggung oleh YPAC, sedangkan biaya pendidikan diperolehnya dari beasiswa sejak masih duduk di SMP. Putri asli Bali berambut panjang ini mengambil jurusan IPA, dan setamat SMA ingin melanjutkan kuliah agar bisa meraih cita-citanya menjadi psikolog. Psikologi adalah bidang ilmu yang menarik perhatiannya, apalagi ia banyak mengetahui kajian tentang ilmu yang mempelajari perilaku manusia itu dari rekan-rekannya.
Widi yang memiliki berat badan 48 kg ini dalam APG VI mampu memecahkan rekor mengangkat berat beban 87 kg. Dalam kesempatan itu, Widi berlaga di nomor 40 kg di arena angkat berat yang digelar di Gedung Wanita Surakarta. Namun prestasi yang diraihnya itu tentu melalui proses perjuangan. "Kemarin bisa mengangkat 87 kg itu sebenarnya angkatan kedua karena ada yang mengundurkan diri. Itu karena dicurangi. Wasitnya enggak fair. Saya kurang tahu wasitnya darimana tapi setelah diprotes, baru emasnya dikembalikan."
Widi semakin berpengalaman sejak mengikuti sejumlah event berskala internasional, di antaranya APG IV di Thailand memperoleh medali perunggu, APG V di Malaysia menyabet medali perak, Asian Paralympic di Cina yang masuk ke dalam empat besar, serta APG VI di Indonesia sebagai pemecah rekor. Januari tahun depan, ia bersiap bertolak kembali ke Surakarta untuk mengikuti pra-Olimpiade di Malaysia yang akan diselenggarakan pada Februari 2012.
Kartika Santi