Tak kusangka perjuanganku untuk mempertahankan buah hati membuatku harus mendekam di penjara. Aku yang sebenarnya merupakan korban KDRT malah dituduh sengaja memalsukan akta kelahiran anakku. Padahal, akta tersebut kubuat lewat jasa calo karena paksaan dari suamiku sendiri.
Sebelum menikah dengan NC, pria berkewarganegaraan Turki, aku sudah pernah mengalami rasa sakit karena gagal berumah tangga. Dengan suami pertama, aku pisah baik-baik dan hak asuh anak jatuh kepadaku. MT (13), anak kami itu, menderita Celebral Palsy sehingga butuh penanganan khusus. Hidupku pun lantas kudedikasikan penuh untuknya.
Sekitar tahun 2003 aku yang bekerja di sebuah perusahaan properti bertemu NC. Awalnya NC adalah klien yang mencari informasi tentang apartemen yang kupasarkan. Lama-kelamaan dia sering menelepon untuk mengajak makan siang yang kebanyakan kutolak dengan halus. Pertemanan kami berjalan wajar saja. Namun semua perhatiannya kepada MT akhirnya membuatku luluh. Kami mulai pacaran di awal tahun 2004.
Hampir setahun berhubungan, aku memutuskan untuk pindah tinggal bersama NC di apartemennya. Tak berapa lama setelah kami tinggal bersama, NC mulai berubah. Dia mengontrol semua kegiatanku dan MT. Pendapat kami juga mulai sering berseberangan, sehingga aku memutuskan keluar dari apartemen.
NC tak tinggal diam. Dia terus membujuk agar aku dan MT kembali ke apartemen. Berbagai sikap manisnya lagi-lagi membuatku luluh. Kami kembali berhubungan. Kali ini lebih serius, aku sudah berani mengenalkan NC ke keluargaku yang menerimanya dengan hangat.
Awal tahun 2009, NC mengatakan ingin berinvestasi di Indonesia. Agar lebih mudah mengurus surat-surat perizinan, ia memintaku menjadi rekanannya. Aku setuju saja karena berpikir bisnis ini bisa jadi masa depan bagi kami. Aku kemudian 'diangkat' menjadi komisaris di dua perusahaan besarnya. Di perusahaan bidang kelistrikan ini aku pun hanya menumpang nama saja, karena tak sedikitpun kompensasi atau bayaran yang kuterima darinya.
Mulai Kasar
Impianku untuk merenda kehidupan rumahtangga yang bahagia dengan NC rupanya hanya angan-angan kosong belaka. Pertengahan tahun itu, aku menemukan banyak bukti NC bermain cinta di dunia maya. Berbagai foto-foto seronok wanita dikirmkan ke emailnya. Hati siapa yang tak kesal? Aku pun kemudian minta pisah. Niat ini kemudian urung saat aku sadar sedang mengandung anaknya. Ketika kehamilanku 5 bulan, kami kembali tinggal bersama. MT harus kutitipkan ke adikku karena sekolahnya lebih dekat.
Selama aku hamil, NC benar-benar tidak menunjukkan kepeduliannya. Meski kerap mengantar aku kontrol ke dokter, dia tak pernah menanyakan perkembangan bayi kami atau keadaanku. Bahkan sampai hamil besar dia membiarkan saja aku naik motor untuk bekerja. NC juga mulai kasar. Saat usia kandunganku 8 bulan, kami pernah bertengkar hebat dan dia menendang kakiku.
Kekasaran NC makin menjadi saat aku melahirkan DNC pada tanggal 7 Juli 2010. Di rumah sakit, dia menunjukkan sikap tak hormat kepada keluargaku. Saat DNC menangis, bukannya menggendong dia malah marah-marah. Semua hal sepele seakan menyulut kemarahannya. Tak sehari pun berlalu tanpa dia berkata-kata kasar padaku, keluargaku, dan teman-temanku.
Aku bertahan berada di sisinya tak lain karena memikirkan DNC dan MT. Sebagai ibu, segalanya akan kulakuan untuk mereka. Aku bahkan rela mengantarkan MT sekolah dengan jahitan pasca operasi caesar yang masih basah.