Mungkin Anda "alergi" jika teman mengajak berinvestasi saham. Apalagi, imej yang kadung muncul mengesankan bahwa saham adalah permainan berisiko tinggi dan berbau "judi." Padahal investasi saham tidak sehoror yang dikira. Simak saja penjelasan Ellen May, pakar saham dan penulis buku best seller, Smart Traders Not Gamblers.
Quick Facts
1 Saham adalah bukti kepemilikan suatu perusahaan yang dimiliki oleh seseorang. Misalnya, ketika Anda membeli saham sebuah bank, artinya Anda ikut "memiliki" bank tersebut. Saham-saham ini diperdagangkan di pasar yang disebut bursa. Di Indonesia, bursa saham ada di Bursa Efek Indonesia (BEI).
2 Pelaku pasar saham bisa dibedakan menjadi dua berdasarkan time frame, yaitu investor dan trader. "Perbedaan investasi dengan trading terletak dalam rentang waktu beli dan jual," jelas Ellen.
3 Investor saham adalah pelaku pasar yang membeli dan menjual saham dalam jangka lama (time frame-nya dari beberapa bulan hingga beberapa tahun). Seorang investor tidak tertarik pada fluktuasi (naik-turunnya) harga saham dalam jangka pendek, tapi tertarik pada growth atau pertumbuhan perusahaan. Mereka tertarik pada fundamental perusahaan berdasarkan kinerja perusahaan, berdasarkan laba-rugi perusahaan, harga saham yang murah, punya profitability yang bagus, dan sebagainya.
4 Trader adalah pelaku pasar yang melakukan aktivitas jual beli saham dalam jangka pendek, dengan time frame dari mulai harian hingga maksimal 2 minggu. Trading tidak hanya bisa dilakukan pada saham, melainkan juga bisa forex, komoditas, minyak, emas, dan sebagainya. Aktivitas trading inilah yang kerap disebut seperti "berjudi".
"Ini karena orang seringkali tidak tahu bagaimana harus memilih saham yang bisa di-trading-kan dengan benar dalam jangka pendek, dan tidak tahu bagaimana dia harus membeli. Kapan harus beli, kapan harus jual, kapan harus membatasi risiko, dan seterusnya," jelas ibu dua anak yang kini aktif mengisi pelatihan trading ke berbagai kota.
Potensi Untung-Rugi
Yang harus dimengerti, potensi kerugian atau risiko investasi atau trading saham cukup besar. Misalnya, pada saat pasar (market) sedang naik-turun (volatile). "Risiko kerugiannya besar, karena orang akan gampang panik dan serakah, apalagi bagi pemula. Lebih-lebih bila market sedang berada pada tren turun (bearish), risikonya akan jauh lebih besar. Tentu, antara satu saham dengan yang lain potensinya tidak sama," jelas Ellen.
Padahal, seandainya investor atau trader mau konsisten berinvestasi dengan benar, potensi keuntungan bisnis saham sebetulnya jauh melebihi beberapa instrumen investasi lain, seperti deposito atau bunga bank misalnya.
Contoh, saham PT. Astra International Tbk. yang pada akhir tahun 2008 berada pada harga Rp 6 ribu-an per lembar, kini sudah menyentuh harga hampir Rp 70 ribu per lembar. "Seandainya kita tahu kapan saat beli yang tepat, maka terbayang berapa keuntungannya, kan? Ini harus dipelajari. Kalau tidak tahu dan tidak mau belajar, yang terjadi tentu kerugian," ujar Ellen. "Investor atau trader sebaiknya juga jangan terlalu banyak mengoleksi saham. Cukup 1 atau 2 saham, yang penting fokus."
Kapan Mulai Investasi?
Jadi, kapan kita sebaiknya memulai investasi saham? "Sedini mungkin. Tapi, sebelum memulai investasi maupun trading saham, sebaiknya belajar lebih dulu, jangan langsung terjun," saran Ellen. Banyak orang yang bilang, "bermain" saham itu repot dan pasti rugi. Padahal, "Saham adalah bisnis atau investasi yang menguntungkan, selama kita tahu caranya. Bagi para ibu rumah tangga, ini juga bisnis yang potensial. Soalnya, mereka punya waktu banyak untuk mengamati pasar dan belajar, jadi lebih fokus. Bisa pasang transaksi di malam atau pagi sebelum market buka," jelas Ellen.
Sekarang, orang juga tak perlu repot-repot pergi ke bursa untuk membeli atau menjual saham. "Kita bisa membeli saham lewat online trading," ujar Ellen. Kalau tidak mau repot, Anda bisa memilih reksadana saham yang berkinerja baik sebelum terjun ke saham. Untuk mencari tahu reksadana mana yang berkinerja baik, bisa search di Google dengan keyword 'kinerja reksadana terbaik.'
Pilah-pilih Perusahaan
Ellen juga menyarankan, sebelum memulai investasi saham, sebaiknya pilih perusahaan yang bertumbuh dan fundamentalnya bagus. Beberapa ciri-cirinya antara lain keuntungan (profitability) di atas 20%, PER (price earning ratio) atau rasio harga saham di bursa dengan laba bersih per saham-nya di bawah 14 persen. "Tapi jangan terlalu kecil juga, karena kalau terlalu kecil dianggap sahamnya lelet," ujar Ellen.
Investor harus mempelajari aspek fundamental. Selain itu juga harus melihat sektornya, sektor apa saja yang sedang bertumbuh. "Berinvestasilah pada sektor yang bertumbuh. Volume atau jumlah transaksi juga harus diperhatikan. Kalau tidak ada volume, berarti tidak ada transaksi, artinya saham itu enggak laku, karena tidak ada yang membeli maupun menjual," lanjutnya.
Hasto Prianggoro / bersambung