Kisah Sukses Perajin Tenun Troso (1)

By nova.id, Kamis, 1 Desember 2011 | 23:15 WIB
Kisah Sukses Perajin Tenun Troso 1 (nova.id)

Kisah Sukses Perajin Tenun Troso 1 (nova.id)
Kisah Sukses Perajin Tenun Troso 1 (nova.id)

"Siti Zaitun sukses memperkenalkan tenun Troso ke panggung nasional. (Foto: Henry Ismono) "

Ratusan Perajin

Kian lama, produk tenun makin berkembang. Coraknya tak hanya polos. "Corak asli Troso adalah lompong. Penemunya Pak Sudar, beliau juga termasuk perintis tenun Troso. Tak hanya corak, produknya juga berkembang. Selain sarung, saya juga memproduksi bed cover. Itu karena permintaan pasar. Motifnya makin beragam, antara lain hewan. Bali menjadi pasar yang potensial karena di sana tenun dipakai untuk upacara adat. Permintaan makin banyak," papar Siti.

Menurut Siti, begitu berkembangnya pasar di Bali, banyak yang menduga tenun produksi Troso adalah tenun Bali. "Banyak masyarakat mengira seperti itu. Makanya, di banyak kesempatan, Pemda Jepara menyuarakan tenun Troso. Tenun memang makin berkembang," kata Siti yang sejak tahun 80-an memegang kendali usaha. "Saat itu, Bapak menjabat sekretaris desa."

Berkat upayanya mengembangkan tenun, lanjut Siti, "Suami saya pernah mendapat penghargaan Upakarti dari mendiang Presiden Soeharto pada tahun 1991. Saat itu, kami bermitra dengan 30-an perajin dengan nama usaha Lestari Indah," papar Siti yang juga aktif sebagai anggota IWAPI.

Sang putra, Mulyanto, juga menambahkan, setelah ayahnya meninggal tahun 2000, sang ibu benar-benar tampil menjadi nakhoda. Berkat tangan dingin sang ibu, usahanya kian menggeliat. "Ibu, kan, sudah biasa jualan kelontong. Makanya ibu lebih luwes menghadapi pelanggan," katanya.

Menyambung ungkapan Mulyanto, Siti mengatakan, selanjutnya ia punya ide untuk memajang tenun ikat di toko kelontong. Lama kelamaan toko kelontongnya berubah jadi toko tenun ikat. "Tenun sudah menjadi penghasilan pokok. Kala itu, di Troso hanya ada beberapa showroom. Kalau enggak salah hanya ada lima," kata Siti.

Kapasitas produksi Lestari Indah juga makin banyak. Semula, tenaga kerja hanya dilakukan keluarga. "Selanjutnya, saya butuh beberapa penenun. Sekarang, sudah ada 70-an tenaga kerja. Setelah saya buka toko, makin banyak orang yang datang ke mari. Pemasaran tidak perlu lagi dilakukan secara berkeliling."

Geliat makin terasa ketika desainer Jakarta ikut mengembangkan tenun Troso. Salah satunya Harry Dharsono. "Tahun 80-an, terkenal motif Harry Dharsono atau motif HD. Yaitu motif-motif berpola di atas bahan katun, mirip batik. Seiring tumbuhnya usaha, di sini berdiri kelompok usaha bersama," terang Siti seraya menjelaskan bahan tenun juga makin berkembang. "Semula bahanya adalah sejenis benang, namanya rayon. Lantas berkembang ke kombinasi rayon dan katun. Tahun 90-an dan 2000, booming bahan sutra."

Begitu cepatnya perkembangan tenun Troso, lanjut Siti, tak lepas dari peran Pemda Jepara. "Saya dan teman-teman perajin sering diajak pameran ke berbagai kota, termasuk Jakarta. Hampir tiap tahun selalu ada pameran. Tahun 90-an tenun Troso sudah berkembang ke mana-mana, termasuk ekspor ke luar negeri. Motif makin beragam. Misalnya saja warna, semula tenun Troso warnanya kalem. Lalu, berkembang ke warna yang lebih ngejreng. Permintaan pasar memang makin banyak, bahkan masuk ke Lombok."

Perkembangan pesat tenun Troso juga terlihat dari makin banyaknya warga yang terjun menekuni usaha ini. Sekarang ini, di Jalan Troso terlihat sejumlah showroom tenun di kanan-kiri jalan. "Ada sekitar 250 perajin, mulai yang kecil sampai besar. Dari yang hanya punya 3 mesin tenun sampai puluhan," kata Siti yang memiliki 50 mesin.

Henry Ismono / bersambung