Uniknya Rasa Nasi Tempong dan Nasi Cawok (1)

By nova.id, Senin, 28 November 2011 | 02:18 WIB
Uniknya Rasa Nasi Tempong dan Nasi Cawok 1 (nova.id)

Menurut Holisa, kata tempong dalam bahasa daerah Banyuwangi artinya tempeleng. Jadi, kira-kira makna nasi tempong adalah nasi tempong yang terdiri dari nasi panas dikombinasi dengan sambal pedas. "Rasanya kira-kira mirip seperti orang ditempeleng wajahnya, panas," jelas Holisa menjelaskan asal muasal sebutan nasi tempong di dalam kultur Banyuwangi.

Nasi tempong, lanjut Holisa lebih banyak dinikmati orang pada sore hingga malam atau dini hari. Makanya, warung nasi tempong lebih banyak buka menjelang sore dan tutup pada dini hari.

Holisa yang asli Banyuwangi, sudah berjualan nasi tempong sejak 1989. Dalam sejarah yang diketahui Holisa, di zaman dahulu nasi tempong adalah makanan yang biasa disantap para petani di sawah. Nasi dengan lauk sederhana itu sebagai pengisi perut para petani yang sudah bekerja keras di sawah atau ladang. "Makan di pematang sawah dengan lauk seadanya, didukung suasana alam pegunungan yang hijau dan perut sangat lapar, tetap memberi kenikmatan tersendiri," papar Holisa yang sehari-hari bisa menghabiskan beras sebanyak 25 kilogram.

Akan tetapi, entah bagaimana awal mulanya, makanan yang dulu biasa dikosnumsi petani di tengah sawah, kini justru "naik kasta". Lantaran, nasi tempong dikonsumsi masyarakat umum dari berbagai kalanagn, dan dijual di warung-warung yang bertebaran di berbagai sudut kota.

Uniknya Rasa Nasi Tempong dan Nasi Cawok 1 (nova.id)

"Foto: Gandhi Wasono M "

Harga Tetap Murah

Selain warung Holisa, salah satu warung nasi tempong yang cukup ramai dikunjungi yakni nasi tempong Mbok Wah, yang ada di Jl. Gembrung. Fisik warung Mbok Wah memang terlihat lebih bagus dan tertata rapi. Ia menempati sebuah lahan berukuran sekitar 6x8 meter yang ada di sebelah rumahnya.

Ada beberapa baris bangku dan meja yang tertata rapi, termasuk disediakan kulkas khusus untuk menyimpan berbagai minuman ringan bagi pembeli. Karena itu, sejak siang menjelang sora Mbok Wah membuka warung nasi tempongnya hingga tengah malam. Pembelinya paun tak pernah putus datang. "Memang tidak sampai berjubel, tapi juga tidak pernah sepi," kata Sunarso (54) suami Maswah alias Mbok Wah.

Bapak dua anak yang berjualan nasi tempong sejak empat tahun silam ini mengakui, nasi tempong yang dijualnya tak jauh berbeda dengan nasi tempong lain. Namun, ia menduga, yang menjadi daya tarik orang datang ke warungnya adalah cara ia mengolah masakannya. Sunarso memang masih melestarikan cara memasak tradisional dalam mengolah semua masakannya, menggunakan kayu bakar dan sama sekali tak menggunakan minyak tanah atau gas elpiji. "Itu membuat masakan terasa lebih lezat, dan aroma nasinya jadi berbeda," imbuh Sunarso.

Ada satu lagi yang membedakan nasi tempong Mbok Wah dibanding yang lain. yaitu, harganya tergolong sangat murah. Sejak dulu sampai sekarang Mbok Wah tak pernah menaikkan harga. Sekalipun harga cabai melambung tinggi, Mbok Wah tetap bertahan menjual seporsi nasi tempong Rp 3 ribu, berisi nasi, sayur, ikan asin, tempe, dan tahu. "Bahkan, kami tidak akan menolak rezeki. Seseorang dengan uang berapapaun, kalau ingin makan silakan, sama istri saya pasti diladeni," imbuh Sunarso yang dalam sehari dia bisa menghabiskan beras sekitar 50 kilogram lebih.

Sunarso jugapunya pengalaman unik yang tak terlupakan. Sekitar dua tahun silam, warungnya kedatangan pejabat kepolisian Jatim. Ia tidak tahu persis jabatan polisi itu. Namun, yang pasti, saat sang pejabat itu datang ke warungnya, dari ujung gang rumahnya hingga ke warungnya dijaga amat ketat oleh sejumlah polisi dan kendaraan voorijder. "Kalau beliau bukan pembesar polisi, mana mungkin akan diperlakukan seperti itu, ya," ucap Sunarso lugu seraya mengatakan, sejumlah pejabat daerah juga sering datang untuk makan di tempatnya.

Gandhi Wasono M / bersambung