Karena pasien harus dirawat inap, lanjutnya, "Otomatis kami kasih surat pengantar untuk mendaftar. Protapnya memang seperti itu. Sudah dijelaskan juga, untuk perawatan mesti deposit Rp 500 ribu. Dan perlu diingat, mereka datang sebagai pasien umum, bukan Jamkesmas. Saat itu mereka menawar, boleh enggak dibayar setengah dulu dan diperbolehkan." Saat kembali jam 19.00, keluarga pasien hanya membawa uang Rp 144 ribu.
Selama di ruang rawat inap, tutur Zakaria, semua prosedur sudah dijalankan dengan baik. "Sekitar jam 23.30, pasien muntah. Atas rujukan dokter spesialis anak, pasien mesti dipasang selang yang masuk lambung. Otomatis kami harus mengeluarkan resep."
Jam 03.00 pasien kejang dengan suhu badan mencapai 40 - 41 derajat Celsius. Kembali dokter menginstruksikan memberi obat. "Tentu kami harus kasih resep lagi. Mungkin karena cemas, keluarga marah-marah sehingga komunikasi menjadi tidak bagus. Mereka memang sempat mau memberi jaminan STNK dan HP, tapi prosedur kami kan tidak bisa seperti itu. Namun, meski mereka belum menebus resep, kami tetap memberi obat yang dibutuhkan."
Ditegaskannya, pihak RS punya catatan dari jam ke jam tentang tindakan yang dilakukan pada Nisza. "Semua upaya sudah dilakukan untuk menyelamatkan pasien, sampai akhirnya meninggal sekitar jam 11.00."
Tentang tudingan keluarga pasien yang mengatakan "tidak ada uang, tidak ada obat", Zakaria berujar, "Rasanya tidak mungkin staf kami mengatakan seperti itu. Mungkin ini hanya kesan dari keluarga pasien karena kami memberi resep yang mesti ditebus. Betapa pun, kami akan mengevaluasi kebijakan kami agar ke depan tidak terjadi masalah serupa," papar Zakaria seraya menjelaskan, RS MAL merupakan RS swasta kelas 3 yang tarifnya murah. "Kami juga tidak akan menagih biaya perawatan Nisza yang totalnya mencapai lebih dari Rp 1 juta, yang sampai sekarang belum dilunasi keluarga pasien."
Henry Ismono