Dugaan Malapraktik di Probolinggo (2)

By nova.id, Senin, 3 Oktober 2011 | 06:18 WIB
Dugaan Malapraktik di Probolinggo 2 (nova.id)

Dugaan Malapraktik di Probolinggo 2 (nova.id)

"Pasangan Ita dan Trio akhirnya bertekad akan menempuh jalur hukum dalam menyelesaikan masalah ini, dibantu pengacara setempat, Hadun, SH. (Foto: Gandhi) "

Garis Takdir

Tak perlu ditanya bagaimana perasaanku saat itu. Aku menerima kenyataan itu di antara rasa percaya dan tidak. Bayangkan, pagi harinya anakku sudah dalam keadaan baik sekali, dan tinggal pemulihan saja. Tapi akibat si perawat, aku harus kehilangan buah hati. Saat itu, semua orang berusaha menenangkan aku, tetapi tidak aku gubris. Aku peluk tubuh Nur yang sudah terbujur kaku erat-erat, dengan derai tangis. "Ya Allah secepat ini Kau panggil anakku," teriakku.

Malam itu, aku tak bisa berpikir apa-apa selain meratapi kesedihan. Jenazah Nur dapat dikeluarkan dari RS malam itu juga dan langsung kami bawa ke Paciran, Lamongan, kampung halamanku, untuk dimakamkan keesokan paginya.

Di dalam hati, kami jelas-jelas tidak terima, dan harus ada yang bertangung jawab. Memang, persoal hidup dan mati merupakan garis takdir Allah, tetapi siapa yang menjadi penyebab kematian anakku, tetap harus dimintai pertanggung jawaban. Jujur saja, malam itu aku masih belum bisa berpikir macam-macam kecuali hanya menangis saja.

Setelah pemakaman Nur, aku hanya bisa meratapi kepergiannya. Baru seminggu kemudian aku kembali ke Probolinggo. Karena aku tak tahan selalu ingat Nur, aku tak mau tinggal di rumah kontrakanku di Kelurahan Mayangan. Dan untuk sementara ini, aku tinggal di rumah kakaku, Jl. Bengawan Solo, Probolinggo. Di Mayangan, terlalu banyak kenangan yang terus mengingatkan aku akan buah hatiku.

Kepergian yang terhitung begitu mendadak itu tak mampu menghilangkan bayang-bayang Nur di mataku. Aku memang tak membeda-bedakan kasih sayang terhadap anak-anakku yang lain. Tapi, di antara ketiga anakku, yang memiliki pribadi terbaik justru Nur. Sifatnya sebagai anak manis sudah terlihat. sejak dini

Nur memiliki karakter periang, meski masih balita ia sangat penurut. Misalnya, setiap aku melakukan pekerjaan rumah seperti mencuci piring, mencuci baju, sampai menurunkan jemuran, ia berusaha membantu sekenanya. "Enggak apa-apa, aku sayang Ibu dan pingin bantu Ibu," ucap Nur.

Bahkan, keceriaan dan keberanian Nur dalam berbiacara dengan orang lain, sempat membuat seorang guru PAUD meminta agar Nur segera dimasukkan ke sekolah tempatnya mengajar.

Tenaga Honorer

Sekitar 10 hari setelah kepergian Nur, tiba-tiba aku mendapat surat dari RS. Aku diminta datang menghadap Direktur RS dr. Bambang Agus Suwignya MMkes. Dalam pertemuan itu, selain mengucapkan belasungkawa, dr. Bambang juga meminta maaf atas kesalahan perawatnya sehingga menyebabkan kematian anakku.

Di kesempatan itu pula dr. Bambang menawarkan, mungkin lebih tepatnya mengajukan permohonan maaf dengan bentuk kompensasi atas kesalahan pihak perawat di RS-nya. Ketika itu, aku tak bisa berkata apa-apa. Bayangkan, mana ada orangtua yang bisa menghargai nyawa anaknya dengan uang? Aku pun hanya terdiam membisu, dan bersama suami memilih bergegas pulang.

Sampai di rumah, aku bingung harus menyikapi bagaimana tawaran dr. Bambang tadi. Di tengah kekalutan itu, aku dan suami lalu secara asal saja mengirim surat minta ganti Rp 3 milyar. Saya akui, nilai itu sebenarnya tak ada artinya dibandingkan nyawa anakku.