Pendek kata, penghasilanku sebagai trainer aku kirim untuk biaya sekolah ketiga anakku, sampai si sulung kini sudah lulus SMK dan bisa bekerja. Sayangnya, suamiku justru tidak menghargai jerih payahku. Ia justru menuduhku selingkuh. Puncaknya sekitar tanggal 27 Mei, tanpa kuduga ia sudah berada di Jakarta dan membuntutiku sepulang kerja.
Setibanya di Jalan Harun, tas kerjaku ditarik paksa hingga aku terjatuh. Suamiku lantas mengambil telepon genggamku. Aku berusaha mempertahankan namun gagal karena ia lari. Saat kejadian itu, anakku juga sedang berada di rumah kontrakanku di Jakarta. Esoknya, ia kutinggal seminar di Bogor bersama tiga temanku dari yayasan. Berangkat pagi, pulang sore.
Saat aku masih di Bogor, suamiku kirim SMS kepada anakku menanyakan apakah aku sudah pulang. Ketika dijawab belum, Irawan kirim SMS kasar dengan mengataiku sebagai "pelacur". Aku tak menanggapinya karena kata-kata seperti itu sudah sering ia lakukan. Padahal, aku tidur di hotel pun karena dikirim yayasan untuk seminar atau training soal rambut dan kecantikan.
Tanggal 30 Mei, tanpa kuduga Irawan datang ke yayasan dan memaksaku pulang. Aku menolak. Secara logika, bertahun-tahun aku tidak dinafkahi, tentu saja aku juga tak mau melayaninya lagi. Bahkan sudah dua kali Lebaran aku tidak pulang agar bisa menjadi babysitter infal, sehingga bisa membayar utang ke yayasan.