Betapa miris nasib Ris. Selama dua tahun gadis ABG ini 'disetubuhi' majikannya, Jankok alias Akok, pengusaha kebun sayur di Kecamatan Brastagi, Kabupaten Tanah Karo (Sumut). Berikut penuturan RIS di kantor Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) di Pasar I Tanjung Sari Setia Budi Medan.
Sampai sekarang saya masih trauma dengan kejadian yang menimpa saya. Bayangkan saja, seminggu sekali selama dua tahun saya harus melayani nafsu bejat majikan saya, Jankok alias Akok. Memang, saya bekerja di rumahnya tapi bukan berarti saya juga 'bekerja' untuk dirinya.
Masa kecil saya memang kelam. Saat saya berusia dua tahun, ibu meninggal dunia. Tiga tahun kemudian ayah saya juga meninggal menyusul ibu. Saya dan dua orang saudara lain terpaksa tinggal terpisah. Saya sebagai anak bungsu lalu diasuh oleh Paman saya di Kabanjahe.
Saya disekolahkan hingga tamat SMP saja. Karena tak ada biaya lagi makanya saya tak melanjutkan sekolah. Saat itulah ada kerabat jauh kami dari Brastagi, Mar, mengajak saya bekerja di rumahnya sebagai pembantu rumah tangga. Kerja saya nyuci, nyapu, ngepel, nyuci piring dan jaga anak mereka yang masih kecil. Baru beberapa bulan kerja di rumah itu, saya tak betah dan sempat nganggur selama empat bulan. Awal tahun 2009 saya kembali bekerja di rumah Mar.
Sewaku bekerja di rumah mereka, saya melihat kehidupan Mar dan suaminya biasa-biasa saja. Cuma, Akok, suaminya sedikit genit. Dia suka megang-megang tubuh saya di depan istrinya. Melihat perlakuan Akok kepada saya, istrinya sering marah-marah. Tapi Akok tak perduli. Dia tetap genit pada saya.
Pertama kali saya bekerja di rumah mereka, saya digaji Rp 100 ribu seminggu.Tapi, karena ditengah perjalanan saya tak hanya kerja rumah tangga tapi juga bantu-bantu di gudang kentang dan melayani penjualan voucher pulsa isi ulang, gaji saya dinaikkan jadi Rp 150 ribu seminggu.
Curi Uang Tabungan
Suatu hari tak sengaja saya lihat buku tabungan anak Akok tergeletak di ruang tengah rumah mereka. Namanya manusia, jelas saya tergiur melihat lembaran uang yang terselip di dalamnya. Saya jadi sering mengambil uang tersebut. Kadang saya ambil selembar uang Rp 50 ribuan, kadang Rp 100 ribuan. Saya memang tak mengambil uang itu sekaligus, tapi sedikit demi sedikit hampir saban hari. Saya jadi ketagihan nyolong. Salah sendiri, kenapa uang tabungan itu ditaruh di sembarang tempat.
Perbuatan saya itu kemudian diketahui Akok. Kata Akok, saya telah mengambil uang anaknya sebanyak Rp 4 juta. Saya sebenarnya juga lupa sudah berapa jumlah uang yang sudah saya ambil, karena saya mengambil uang itu setiap ada kesempatan. Mar lalu minta saya bayar utang itu dengan cara memotong gaji saya hingga lunas. Cicilan itu lunas pada April 2011.
Namun dengan alasan hutang itu, Akok meminta saya memenuhi nafsu birahinya tanpa sepengetahuan Mar. Aksi ini dilakukannya saat Mar sedang tak ada di rumah. Mar memang setiap sore keluar rumah selama sekitar 2 jam untuk mengangsur pakaian. Akok mengancam akan memberitahukan pada paman perihal uang yang saya curi dari tabungan anaknya jika saya menolak melakukan hubungan badan dengannya.
Awalnya saya terus menolak, hingga suatu hari Akok meminta saya untuk ikut dengannya ke villa Intan di Desa Rakyat Dolat pada pertengahan tahun 2009. Katanya, saya diminta untuk membantu membersihkan rumah ibadah. Saya memang kemudian membersihkan tempat sembahyang mereka, namun saat pekerjaan saya sudah selesai, Akok malah mengunci pintu depan rapat-rapat. Dia lalu memaksa saya minum air yang sudah dibubuhi obat penenang. Saat itulah Akok pertama kali menggagahi saya. Sakitnya luar biasa.
Sejak itu, hampir seminggu sekali Akok menyetubuhi saya setelah mencekoki saya dengan ramuan Cina bikinannya. Seakan-akan, ini adalah rutinitas saja baginya. Kadang dia memaksa melakukan hal itu di villa persembahyangan keluarga mereka, kadang juga di gudang kentang.
Sebenarnya saya tak mau memenuhi nafsu bejat Akok, tapi berulang kali ia mengancam akan mengadukan pada Paman. Dia juga pernah mengambil foto saya yang tengah tak sadarkan diri tanpa sehelai benangpun. Foto itu diancam akan disebarkan pada orang-orang jika saya tak mau disetubuhi. Makanya saya terpaksa. Setelah puas melampiaskan nafsu, Akok memberi saya uang. Kadang Rp 50 ribu, kadang Rp 100 ribu.
Cemburu Pada Pacar
Perbuatan ini akhirnya terkuak Sabtu (23/7) lalu. Saat itu saya sedang berada di rumah Paman. Akok datang dan marah-marah menanyakan keberadaan saya. Dia ingin saya pulang ke rumahnya. Karena saya bersikeras, Akok membuktikan ancamannya. Dia menyebarkan foto bugil saya ke Paman dan tetangga-tetangga. Akok juga rupanya punya video saat kami berhubungan intim. Di rumah, Akok memang memiliki perangkat CCTV. Dari kamera itulah Akok menyimpan video kami. Duh, merinding saya jika ingat kejadian itu.
Paman tentu saja sangat kaget saat diperlihatkan foto dan video tersebut. Senin (26/7), Paman melaporkan kasus ini ke polisi. Saya kemudian dibawa ke kantor PKPA.
Sekarang, meski belum lega benar namun saya sudah memiliki pacar. Mungkin juga Akok cemburu pada kekasih saya. Akok kerap mengintimidasi pacar saya. Dia bilang, saya ini sudah milik dia. Syukurlah semua penderitaan saya sudah berakhir kini.
"Saya Mau Kawinin Dia"
Ditemui di tahanan Polres Tanah Karo, Akok mengaku bukan yang pertama kali berhubungan badan dengan Ris. "Saat saya pertama kali melakukan hubungan, dia sudah tidak perawan lagi, kok," tutur pria tiga anak ini santai.
Akok juga menolak disalahkan sepenuhnya. Toh, "Saya selalu beri dia uang setelah berhubungan. Pernah saya kasih dia Rp 500 ribu. Hanya terakhir-terakhir ini saja saya kasih dia Rp 100 ribu." Uang tersebut, ujar Akok, juga di luar tuntutan keluarganya untuk melunasi hutang. "Dia sebetulnya punya hutang Rp 6 juta. Tapi yang Rp 4 juta biarlah 'selesai' saja. Jadi, dia harus bayar yang Rp 2 juta lagi. Namun, baru dibayar Rp 500 ribu dia sudah tak mau bayar lagi. Eh, malah saya diadukan ke kantor polisi," ujar Akok.
Padahal, lanjut Akok, dia mau saja mengawini Ris jika dia bersedia. "Saya mau, kok, mengawininya, dia saja yang tak mau. Dia juga tidak sepenuhnya terpaksa. Saat berhubungan badan, sesekali dia mau, kok, 'di atas'."
Saat ditemui di ruang kerjanya, pengacara Akok, Rina Ateta Munthe, SH, mengaku pengaduan Ris ini sudah kadaluarsa. " Jika kejadiannya baru enam bulan, baru kasus ini bisa diproses. Tapi ini sudah dua tahun, ya, tentu saja sudah kadaluarsa. Ris juga sebenarnya merasakan kenikmatan, kok. Kejadian itu terjadi pada awal 2009. Kalau dia tak terima, ya, mengadulah saat itu. Kenapa baru sekarang?" ujar Rina.
Pengaduan pencabulan itu, lanjut Rina, cacat hukum. "Surat perintah penangkapan dan penahanan dikeluarkan atas dasar pengaduan yang sudah kadaluarsa. Makanya klien saya harus segera dikeluarkan dari tahanan sementara," papar Rina lagi.
Sementara itu, koordinator PKPA, Azmiati Zuliah SH, mengaku akan minta dukungan dari Komnas Perlindungan Anak, Koalisi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Anak (Konas Peska) di Jakarta dan juga beberapa lembaga anak di Jakarta maupun Sumatera Utara jika kasus ini mandeg. "Kami juga akan mendesak Kapolres Tanah Karo agar memroses kasus ini secara profesional. Kasus ini harus memerhatikan aspek-aspek kepentingan terbaik bagi anak sehingga tak melemahkan posisi korban."
Debbi Safinaz