Sebenarnya, di balik sikap kasarnya, Anj cukup perhatian. Seminggu sekali, ia mengantar jemput aku dengan mobilnya. Rutenya seputar tempat kosku, kampusku, dan kantornya. Kadang teman-temanku juga diajak, asal uang bensin dan servis mobil ditanggung kami semua. Kasarnya, ia cukup perhitungan. Karena uang sakuku terbatas, tak jarang aku menggadaikan perhiasan dan pinjam uang ke orang lain.
Akhir tahun 2010 lalu, Anj sempat memintaku melunasi pajak mobil yang sering dipakainya untuk mengantar jemput aku. Kejadian ini ditambah dengan rasa cemburunya yang membabi buta. Semua itu semakin memicuku untuk kembali minta putus. Tak terima dengan keputusanku, Anj minta bertemu.
Aku ingat betul, hari itu tanggal 22 November 2010, ia menemuiku di kos sepulang aku kuliah. Ia masuk ke kamarku, segera menutup pintu, dan langsung menyerangku dengan kata-kata menyakitkan. Aku dibilang anak haram dan keluargaku bukanlah orang baik-baik. Aku diam saja dan berusaha agar tak terpancing emosi. Merasa tak dipedulikan, Anj malah memaksa mencium, memeluk, dan menyentuh dadaku. Kepalang kesal, aku membela diri dengan mendorong dan mencakar tangannya sambil menyuruhnya ke luar kamar.
Terbakar api cemburu akan adanya pihak ketiga, Anj memaksa melihat isi telepon genggamku. Merasa privasiku terlanggar, kami berebut telepon genggam dan bertengkar. Karena terus dikasari, aku mengancam akan menyiramnya dengan air panas. Ia cuek. Mendapat reaksi demikian, aku spontan menyiramkan gelas berisi air panas dari dispenser ke wajahnya, sambil teriak minta tolong. Ia kaget dan akhirnya ke luar kamar. Kami lantas dilerai pamanku yang kebetulan sedang berada di rumah yang letaknya dekat dengan kosku.