Karena tak kunjung ada permintaan maaf dari Tatik, Ani nekat melaporkan Tatik ke polisi pada 27 Oktober 2009, dengan tuduhan pencemaran nama baik. Tatik diancam pasal 310, 311, dan 335 KUHP. Sayangnya, ketika proses laporan sedang berjalan, ada pergantian kepemimpinan di lingkungan Polda Jateng. Kata Ani, kasusnya jadi terkatung-katung.
Tak ingin namanya kian memburuk, lanjut Ani, pada 2010 ia nekat membuat laporan kasus itu via surat ke Presiden SBY. Laporan Ani pun diproses, dan kini telah memasuki sidang di Pengadilan Negeri (PN) Semarang. Rabu (3/8) lalu telah memasuki tahap kesaksian. Ani duduk sebagai saksi korban bersama dengan saksi lain, yaitu Supriyanto yang kini menjabat Kapolsek Asera, Kabupaten Konawe Utara, Kendari (Sulawesi Tenggara).
Saat sidang yang dipimpin Hakim Ketua Kiswono, SH berlangsung, Tatik duduk sebagai terdakwa. Entah bagaimana perasaan yang berkecamuk di hati keduanya. Yang jelas persidangan itu dijejali pengunjung. Dalam kesaksian tanpa di bawah sumpah, Supriyanto menegaskan hubungannya dengan Ani ketika itu sebatas penyidik dan korban. Ia juga menolak dituduh telah berselingkuh dengan Ani maupun Ny. Tina, perempuan yang juga dituduhkan Tatik dalam suratnya ke Kapolri.
Di luar sidang, kepada NOVA, Supriyanto yang alumnus Akpol itu menduga, tuduhan Tatik kepada dirinya telah berselingkuh dengan dua perempuan hanyalah upaya melawan opini agar kesalahannya tak terlihat. Pada 2007, cerita Supriyanto, "Tatik pernah tertangkap basah oleh Ibu Ika di hotel di Lumajang, Jatim. Saat itu jam 02.00 dini hari, Tatik tengah berduaan dengan Suryono Widodo, suami Bu Ika, yang ketika itu tengah hamil 9 bulan. Akibatnya, Bu Ika minta diceraikan suaminya karena Tatik mengaku sudah menikah siri dengan Suryono. Mereka menikah siri karena Tatik masih terikat perkawinan dengan saya."
Tahun 2008, saat Supriyanto menempuh pendidikan di PTIK, Tatik melaporkan suaminya ke Propam atas tuduhan selingkuh. Laporan itu sudah diproses, dan diputuskan tak cukup bukti. Tatik tak terima. "Dia juga menuduh saya melakukan KDRT, padahal saya pukul atau tendang pun tak pernah. Laporan ini juga diproses di PN Surabaya, dan diputus bebas karena tuduhan itu tak terbukti."
Rumah tangga yang dibina Supriyanto bersama Tatik sejak Januari 2004, kata Supriyanto, "Sudah tak harmonis. Baru tiga bulan menikah saja dia minta cerai. Alasannya, gaji saya tak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dan perawatan dirinya. Sejak menikah, kami memang tak tinggal serumah. Dia dinas di Polda Jatim, saya di Jateng.
Bulan ke-4, papar Supriyanto, Tatik mengandung. "Waktu kandungannya tiga bulan, lagi-lagi dia minta cerai. Saya pun memohon ke atasan agar bisa bersatu di Jawa Tengah. Karena secara agama dan kedinasan, istri ikut suami. Permohonan dikabulkan, tapi dia menolak pindah. Dia bilang, sedang menjalin hubungan dengan mantan pacarnya yang dinas di Polda Jatim. Sampai dia melahirkan, saya tak menunggui dan tak memberi nama bayinya."
Tahun 2005, tambah Supriyanto, dirinya menempuh pendidikan di Mega Mendung, Bogor (Jabar). "Tatik ingin pisah sama saya. Keluarga memberi kesempatan agar kami menyelesaikan baik-baik. Ternyata 1-2 tahun enggak bisa. Dia malah berhubungan dengan pedagang mobil yang menurutnya bisa memberikan mobil."
Puncaknya, tahun 2007 ketika Tatik tertangkap basah oleh Ika di sebuah hotel di Lumajang. Supriyanto pun menggugat cerai Tatik. Namun hinga kini gugatan itu belum putus. (Seusai sidang di PN Semarang, Supri sempat bertemu dan berdekatan dengan anaknya yang selama ini diasuh Tatik. Farel, nama anak itu, tampak ingin mendekat kepada Supriyanto namun dilarang Tatik. Kemudian, penasihat hukum Tatik menarik tangan farel untuk didekatkan ke Supriyanto.)
Bagaimana perasaan Supriyanto ketika akhirnya bisa berdekatan dengan Farel? "Secara hukum, saya akui dia anak saya. Tapi secara biologis, entahlah. Karena saat kami berjauhan, Tatik juga jalan sama mantan kekasihnya. Waktu sidang di Surabaya, Tatik sering bawa anak itu. Tapi, bagaimana saya bisa memeluk anak itu, toh, tidak diizinkan ibunya? Tatik selalu bilang, ayah anaknya sudah mati. Makanya tadi waktu anak itu mendekat, saya tanya siapa ayahnya. Farel diam saja." tutur Supriyanto pelan.
Berurusan dengan hukum yang seolah tak berkesudahan ini membuat hidup Supriyanto menjadi sulit. "Bukan tak cukup lagi, gaji saya malah jadi kurang buat wara-wiri menghadiri sidang di Surabaya dan Semarang," tegas pria yang mengaku belum punya kekasih lagi. Seusai sidang, ia pun langsung kembali ke Kendari.
Rini, Gandhi / bersambung