Mengenang masa kecil adalah saat yang paling menyenangkan. Saya adalah bungsu dari 5 bersaudara. Sejak usia 6 tahun, Ibu, Tini Yumiati, sudah menyuruh saya latihan tari. Saya pun diikutkan grup tari dan saya menurut saja pada keinginan orangtua. Untungnya saya menyukai tari, maka saya melakukannya dengan senang hati. Malah kakak perempuan saya yang tak suka menari memilih tak meneruskan latihan lagi. Beda dengan saya, yang tetap melanjutkan latihan.
Saat pentas, Bapak, Hendro Sutikno dan Ibu ikut menonton dan bangga melihat kepiawaian saya. Meski peran saya hanya jadi kera saat pentas Ramayana. Saya masuk dalam dunia yang saya sukai. Inilah mungkin yang membuat saya punya obsesi, suatu saat nanti ingin punya panggung sendiri, dimana bisa pentas sesuai kehendak hati.
Orangtua sebenarnya tak mengurus sekolah anak-anaknya. Mereka sibuk mencari uang di sebuah perusahaan. Sebetulnya Bapak mau dipindah kerja tapi Ibu menolak, akhirnya memilih keluar dan buka usaha sendiri. Mungkin sebenarnya orangtua ingin anak-anaknya mandiri, makanya semua diserahkan ke anak-anak. Meski saya sempat mengecap bangku kuliah, tapi tak sampai selesai karena harus mencari duit.
Untungnya semua anak-anaknya punya kemauan kuat mencari uang sendiri, misalnya kakak perempuan saya jualan roti meski tadinya kuliah. Kalaupun akhirnya dia jadi sarjana ekonomi, itu karena setelah menikah memilih melanjutkan kuliah.
Begitu juga dengan saya, sempat kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM) Jurusan Biologi. Tapi karena tak begitu pandai, saya memilih berhenti dan masuk ke Fakultas Bahasa Inggris IKIP sampai tingkat D2. Sebenarnya, ada sebabnya saya tak meneruskan kuliah. Saat itu tahun 1971, ada pembukaan pendaftaran kerja di kapal.