Kisah Sukses Hamzah Sulaiman (1)

By nova.id, Kamis, 4 Agustus 2011 | 00:09 WIB
Kisah Sukses Hamzah Sulaiman 1 (nova.id)

Keinginan saya untuk melihat dunia luar terutama luar negeri sangat kuat, sampai akhirnya memutuskan kerja di kapal. Bapak dan Ibu tak mendukung atau menolak, mereka menyerahkan semua keputusan ke saya. Pilihan saya, ya, kerja dan keliling dunia.

Yang menyedihkan, saat teman-teman saya diantar orangtuanya ke stasiun, saya sama sekali tak ada yang mengantar. Memang sedih, tapi mau bagaimana lagi, mereka punya kesibukan yang tak bisa ditinggalkan. Saya berharap, dengan bekerja bisa menjadi anak mandiri dan tak bergantung pada orang lain. Sampai akhirnya saya mendapatkan sponsor dan bisa bekerja di Amerika. Saya bekerja sebagai perawat meski tak punya ijazah.

Hasilnya, saya bisa menyewa apartemen dan hidup layak. Tapi lama-lama saya berpikir, harta benda itu tak ada artinya karena saya tidak dekat dengan keluarga. Ada kerinduan yang memuncak ingin bertemu mereka. Meski sudah bergelimang harta, saya selalu pengin pulang. Akhirnya, saya memutuskan kembali ke Yogyakarta tahun 1974.

Kisah Sukses Hamzah Sulaiman 1 (nova.id)
Kisah Sukses Hamzah Sulaiman 1 (nova.id)

"Saya kini memilih pensiun dan menyerahkan Mirota Batik kepada orang kepercayaan saya. Sekarang saya cuma ingin menikmati jerih payah saya selama ini (Foto: Noverita) "

Jemput Bola

Untungnya saya termasuk orang yang telaten. Meski sepi pembeli, tapi tetap saya jalani dengan berbagai upaya dan usaha. Saya mendatangkan batik dari berbagai daerah dan toko, sampai akhirnya mulai dilirik orang. Dan, bicara soal suasana Jogja, ya, memang identik dengan suasana keraton. Makanya saya mendekorasi Mirota seperti keraton. Memang, konsepnya tak hanya jualan batik saja, tapi juga suasana.

Saking rajinnya, saya pernah mendapat Kalpataru sebagai pembina perajin. Saya suka membawa contoh barang ke perajin, lalu oleh mereka dibuat yang bagus, sehingga barang itu bisa dijual meski tak harus selalu dijual ke saya. Tahun 1980-an adalah saat dimana saya jarang di rumah. Kerjanya mencari perajin, sampai jauh ke pelosok daerah.

Saya memang tak berdiam diri saja selama terjun di bisnis ini, tapi menjemput bola. Meski ada juga perajin yang datang ke saya menawarkan diri. Pokoknya, saya coba membuka peluang bisnis buat orang lain. Saya datangi pameran satu ke pameran lain, di desa-desa di Jawa dan Bali. Saya selalu melihat peluang di luar. Tentu saja sekarang hal itu sudah tak saya lakukan lagi karena umur sudah semakin tua.

Mungkin di situlah kelebihan Mirota Batik, barangnya beraneka ragam dari berbagai daerah. Akhirnya, pelan-pelan pembeli tertarik, datang, dan membeli. Di Mirota, para pengunjung juga bisa melihat pembatik dari keraton yang sedang membatik kain. Tahun 2011 ini, saya dirikan juga toko oleh-oleh yang bertempat di Mirota dengan harga terjangkau.

 Noverita / bersambung