Kisah Duka Istri Sang Kapten Kapal

By nova.id, Senin, 25 Juli 2011 | 08:18 WIB
Kisah Duka Istri Sang Kapten Kapal (nova.id)

Kisah Duka Istri Sang Kapten Kapal (nova.id)

"Foto: Debbi "

Kapal Motor (KM) patroli milik Bea dan Cukai Belawan dengan seri BC-15001, meledak sekitar 3 mil dari bibir pantai Ancol, Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang, Jumat malam (15/7) dan  menewaskan 7 orang. Henny Arnila (48), istri Komandan Kapal, Ahmad Yani (49), menceritakan kenangan bersama  almarhum suaminya.

Rasanya teriris hati ini mengenang kepergian abang (Ahmad Yani). Saya tak akan pernah melupakan kenangan indah dan teramat manis saat berada disisi abang. Yang paling membuat hati  ini hancur, saat pergi berlayar, abang dalam keadaan segar bugar. Begitu kembali ke rumah, kondisinya sungguh mengenaskan.

Waktu itu Jumat (15/7) sekitar pukul 03.00 dinihari ada petugas dari Bea Cukai datang ke rumah saya Jl Puri Gang Sepakat. Tak seperti biasanya, teman saya yang istri Kapten Kapal  turut serta bersama anaknya menyabarkan saya. Lantas saya disuruh duduk. Saat itulah hati ini mulai tak karu-karuan.Dia bilang saya sabar jangan terkejut, karena kapal patroli yang ditumpangi abang meledak.

Rasanya seperti petir di pagi hari. Berita itu datang begitu tiba-tiba.Tanpa membuang-buang waktu, anak saya satu-satunya Farid (24) dan adik saya, Helmi, langsung menuju Pantai Labu untuk memastikan.Kata Farid, jazad papanya ditemukan terakhir sekali,Sabtu (16/7)pagi. Mungkin,karena jazad abang berada paling bawah kapal.

Saat ditemukan tangan abang bekas terbakar. Kondisinya masih utuh, cuma ada luka sedikit di pelipis. Syukurlah jazad abang tak begitu parah walau 12 jam terendam air. Dompetnya masih utuh ditemukan. Ada uang Rp 2 juta-an, KTP dan 2 buah ATM.

 Yang saya dengar dari Kapten kapal yang selamat, saat kejadian abang sedang kebawah untuk melaksanakan Shalat Magrib. Sakit memang sakit membayangkannya.Orang  yang kita cintai harus berpulang dengan cara begitu.Walau saya tak begitu memikirkannya, sekarang saya baru menyadari mungkin banyak firasat yang ditinggalkan abang pada saya.

Seperti biasa, abang berangkat melaksanakan tugas patroli rutin sekitar sepuluh hari. Memang, untuk tugas patroli di tengah laut tak rutin dilakukan. Bisa sebulan sekali, tiga bulan bahkan enam bulan sekali.

Bertemu Inang-InangSaat kejadian itu kondisi kapal hancur 70 %. Suasana di laut, air sedang pasang surut.Yang kami dengar semua jazad ditemukan oleh nelayan. Kapal bea cukai yang terbuat dari filber itu termasuk canggih. Menurut Kapten kapal, saat genset hendak dihidupkan kemudian jangkar sudah dinaikkan, ketika itulah genset meledak .

Saat hendak berangkat, abang bilang dia ditunjuk sebagai komandan tim, ' jadi nggak mungkin abang nggak pergi'. Awal bertugas, abang ditempatkan di Medan. Kemudian dipindahkan ke Palembang. Sempat tiga tahun tugas di Palembang.Lalu balik lagi ke Medan.Sudah setahun ini abang tugas di Medan.

Begitu tugas di Medan, abang  ditempatkan di P2 (Pemberantasan Penyelundupan). Saat peristiwa terjadi, abang sedang bertugas membasmi penyelundupan pakaian-pakaian bekas dari Luar Negeri diperairan Teluk Nibung,Tanjung Balai.Kapal mau menuju ke arah sana.Saya pikir abang pasti berhadapan dengan inang-inang.

Malam sebelum berangkat, tak  biasanya abang marah-marah. Dia juga menyusun sendiri pakaian sampai enam stel. Saya bilang cukup 3 stel saja, tak usah banyak-banyak. Saya juga siapkantopi, sarung dan handuk.Pokoknya seisi rumah bilang abang agak lain malam itu.

 Sehari-hari abang orangnya pendiam dan tak banyak ngomong.Kalau pun bercanda paling sesekali saja. Sebulan sebelum 'kepergian' abang, keluarga besar merayakan ulang tahun saya di cafe ice cream di Palladium Plaza. Saat itu,abang bercanda habis-habisan.Dia bilang,kalau di kening saya muncul angka 48. Diledeki begitu tentu saja kami semua tertawa geli. Sampai-sampai calon menantu saya tejedut keningnya dengan meja karena menahan geli.