Langkah pertama yang dilakukan Galih dan Mega adalah mengajukan Permohonan Penangguhan Penahanan. "Saya dan Mega buta hukum tapi terus berusaha mencari fakta-fakta di kasus ini untuk bahan tim pengacara agar masalah ini bisa dipandang secara jernih."
Salah satunya, bahwa Yudha menjual iPad bukan dengan alasan cari untung. "Tapi karena memang dua iPad itu tak dia perlukan. Kalau, toh, ada untungnya, paling hanya Rp 100 ribu," ungkap Galih sambil menjelaskan, kasus itu berawal November tahun silam ketika Yudha menawarkan dua buah iPad di forum jual-beli di Kaskus. "Karena suami enggak punya akun Kaskus, dia pakai punya saya." Rupanya posting-an itu menjadi serius lantaran calon "pembelinya" adalah seorang polisi.
Sementara Randy ikut terseret karena sang calon pembeli juga masih membutuhkan barang lain sementara Yudha tahu, Randy punya iPad yang sedianya akan diberikan untuk sepupunya tapi urung dipakai. "Jujur saya kaget, ternyata posting-an itu berimbas sangat serius, melanggar hukum, bahkan ada ancaman hukuman sampai lima tahun. Ya, sudah, apa pun harus dihadapi."
Galih sebenarnya tak ingin keluarga besarnya tahu apa yang sedang dialami. "Mereka justru tahu setelah masalah ini banyak diekspos media." Yang membuat beban Galih agak ringan, anaknya jarang menanyakan sang ayah karena memang sudah biasa ditinggal bekerja ke kota lain. "Itu membuat saya enggak kelewat stres. apalagi, dukungan alumni dan masyarakat, luar biasa besar."
Kemenangan Nurani
Dukungan untuk Yudha maupun Randy memang sangat besar begitu kasus ini diangkat oleh media massa. Buktinya, di sidang ke-5, Selasa (6/8), hakim langsung mengabulkan permohonan Penangguhan Penahanan Mega dan Galih. Mega yang hari itu duduk di kursi pengunjung, langsung tersenyum cerah. Sementara teman-teman Yudha dan Randy menyambut dengan tepuk tangan.
"Ini kemenangan hati nurani," kata Randy terbata-bata seusai ke luar dari ruang sidang. "Mudah-mudahan ini menjadi pembelajaran bagi kita semua," sela Yudha. Hari itu juga, tim pengacara langsung mengurus pembebasan kliennya. "Baru sekitar pukul 22.00 mereka bisa keluar dari Rutan Salemba," kata Virza Boy, salah satu pengacara Yudha dan Randy.
Akankah keduanya menggugat balik? "Apa keuntungannya?" kata Randy. Pria berkacamata ini justru menggambarkan bagaimana sedihnya ketika dipenjara. "Kami terputus komunikasi dengan keluarga, pekerjaan jadi terganggu, dan sebagainya. Saya tidak ingin ada orang lain merasakan hal yang sama karena memang tak ada enaknya," jelas Randy yang hanya mau berkomentar soal sisi humanisnya. "Kalau dari sisi hukum, biar pengacara kami yang bicara."
Sedangkan Yudha menilai, jika proses persidangan bisa berjalan kondusif dalam arti mereka bisa bebas, maka tuntutan balik itu sepertinya tidak perlu dilakukan. "Ya, jalan kami masih panjang. Sekarang yang kami pikirkan, bagaimana harus menjalani proses persidangan ini."
Keduanya sepakat, masalah ini harusnya bisa dijadikan bahan pembelajaran bersama. "Apa yang kami lakukan memang di luar sepengetahuan kami," kata Randy yang sama sekali tak tahu jika menjual iPad tanpa manual book berbahasa Indonesia ada ancaman hukuman.
"Memang betul, ada aturan menjual beberapa barang harus ada manual book yang berbahasa Indonesia dan jika dilanggar ada ancaman hukuman lima tahun," kata Didit Wijayanto Wijaya, salah seorang pengacara Randy dan Yudha. Hanya saja, iPad tidak termasuk barang yang disebutkan di dalam undang-undang tersebut. "Bahkan secara implisit, dalam Peranturan Menteri Perdagangan, iPad tidak termasuk barang-barang yang dimaksud," lanjut Didit yang akan mengajukan sejumlah saksi ahli demi membebaskan dua kliennya itu.
Sementara di mata Direktur LBH, Nurkholis Hidayat, kasus yang menimpa Randy dan Yudha diibaratkan polisi yang menunggu pelanggaran di tikungan. "Padahal , fungsi polisi bukan hanya menindak pelaku kejahatan, tapi juga mengedukasi masyarakat..."
Sukrisna