Rasa cemburu dan tuduhan selingkuh yang dituduhkan Wah pada Ipah, menurut Dyah, sebetulnya sangat tidak beralasan. Apalagi, Dyah tahu persis perjalanan rumah tangga mendiang adiknya. "Dengan Wah sebetulnya perkawinan kedua. Ipah pernah menikah dan cerai ketika Nida umur 2 tahun. Tahun 2007, dia kawin dengan Wah."
Sementara ibu kandung Ipah, Sumiyati (53), bertutur, Wah sebetulnya pria yang baik. "Orangnya pendiam. Karena kelihatannya baik, saya merestu pernikahan mereka. Apalagi, Nida perlu bapak." Satu-satunya kekurangan Wah di mata keluarga besar istrinya, "Dia tidak pernah punya pekerjaan tetap." Awalnya, kata Sumiyati, menantunya itu kerja serabutan mencari barang-barang bekas. "Setelah itu, enggak kerja dan mulailah mereka suka ribut."
Akhirnya Ipah merasa terpanggil untuk mengambil alih kemudi rumah tangga. Ia bekerja sebagai waiters di tempat karaoke sebuah hotel di Bekasi, dari sore hingga dini hari. Ternyata pekerjaan Ipah memunculkan kemelut baru. "Wah itu cemburuan. Tanpa alasan jelas, dia menuduh istrinya selingkuh," kata Dyah. Padahal, lanjutnya, "Adik saya kerja buat keluarganya. Dia cinta sekali sama suaminya. Mau apa saja, pasti dikasih. Mulai dari ponsel sampai motor karena katanya Wah mau narik ojek. Ternyata setelah dibelikan motor, dia tetap enggak mau kerja." pernah, tutur Dyah, Wah kerja di pabrik plastik, "Tapi baru seminggu, dia berhenti. Alasannya, pekerjaannya berat. Dasar dia memang pemalas."
Sebelum musibah terjadi, menurut Sumiyati, pasangan ini kembali bertengkar dan sempat mengadu. "Ipah bilang, dia sudah capek dengan kelakuan suaminya. Saya coba bikin mereka akur lagi. Sebenarnya aneh kalau Wah menuduh Ipah selingkuh. Soalnya, dia yang mengantarkan Ipah ke mana-mana, termasuk antar-jemput ke tempat kerja," kata ibu tujuh anak ini.
Kepergian Ipah memang sudah diikhlaskan keluarga besarnya. Kalaupun ada hal yang mengganjal adalah terpisahnya Nida dari adiknya, Raisah. "Setelah dibawa bapaknya, Raisah sekarang tinggal di rumah keluarga Wah. Maunya kami, biar kakak-adik ini berkumpul lagi tapi kami enggak mungkin mengambil adik Nida. Mestinya keluarga Wah yang datang ke sini mengantarkan Raisah. Sayang, sampai sekarang pun mereka tidak pernah minta maaf pada kami," kata Dyah sambil tertunduk.
Dyah juga sempat mencemaskan nasib keponakannya. "Saya takut Nida trauma. Untung di rumah ini banyak anak sebaya Nida, jadi dia enggak kesepian. Tadi saat bengong sendirian, dia menangis. Rupanya ia ingin minta jajan. Nida memang suka jajan bersama ibunya. Mungkin dia sedang ingat ibunya..."
Henry Ismono / bersambung