Jaminten pun menceritakan, begitu perahu oleng hendak tenggelam, ia dengan sigap melepaskan sepeda pancal yang dipegangnya, kemudian kakinya menjejak tepian perahu untuk melompat sekuat tenaga hingga munculke permukaan air. Di antara kondisi kepala yang timbul tenggelam, ia berteriak-teriak sambil tangannya menggapai-gapai. "Mau bagaimana lagi, soalnya tidak bisa berenang. Yang penting saya tidak tenggelam dan bisa cepat ke tepian," kata Jaminten yang masih merasakan kengerian saat mengenang peristiwa yang menewaskan 10 orang anggota keluarganya itu.
Entah hanya halusinasi atau memang kenyataan, di tengah kepanikan itu Jaminten mengaku merasakan ada sebuah "tangan" yang mendorong punggungnya kuat-kuat ke tepian hingga ia selamat dari maut. "Ya, mungkin itu cara Allah menyelamatkan saya. Yang pasti, saya bisa sampai tepian meski dengan perjuangan setengah mati," imbuh Jaminten penuh syukur.
Demikian pula dengan Sarmidi, di saat dirinya berjuang antara hidup dan mati agar bisa sampai ke tepian, ia merasakan ada seseorang yang memberikan bambu untuk dijadikan pegangan hingga akhirnya ia bisa naik ke tepian. Setelahnya, ia mengaku sempat pingsan karena syok. "Mudah-mudahan ini merupakan pengalaman pahit saya yang terakhir. Jeritan pilu saudara-saudara saya yang jadi korban itu rasanya masih terus terngiang-ngiang di telinga sampai sekarang," tutur pria yang hingga kini masih merasa sakit di bagian kakinya pasca perahu tenggelam.