Perjuangan Kiswanti Membangun Warabal

By nova.id, Jumat, 15 April 2011 | 17:06 WIB
Perjuangan Kiswanti Membangun Warabal (nova.id)

Perjuangan Kiswanti Membangun Warabal (nova.id)

"Kiswanti bersama anak-anak anggota Warung Baca Lebakwangi (Foto: Dok Pri) "

Meski hanya tamatan SD, Kiswanti sanggup menularkan minat baca di lingkungannya. Ia membuat warung baca yang kini memiliki ribuan anggota. Tak hanya itu, beragam aktivitas pun ia lakukan bersama relawan lain.

"Kemiskinan bukan halangan untuk belajar." Begitu, motto hidup Kiswanti (47). Karena kondisi ekonomi orangtuanya pas-pasan, Kiswanti hanya bisa mengecap pendidikan sampai tamat SD saja. Namun, ia berusaha belajar sendiri lewat buku. "Dulu, setamat SD saya sudah kerja serabutan. Kadang jadi buruh mengupas kacang tanah, mencari melinjo untuk dijual, dan lain-lain. Uangnya saya pakai buat beli buku bekas," kata Kiswanti yang masa kecilnya dihabiskan di tempat kelahirannya di Bantul, Yogyakarta.

Meski tak sekolah tinggi, Kiswanti tetap rajin membaca. "Dari teman SMP, saya tahu buku-buku pelajaran yang dia pelajari. Saya belajar sendiri saja. Sampai teman-teman tamat SMA, saya juga belajar seperti yang mereka lakukan," kenang Kiswanti.

Sambil belajar sendiri, Kiswanti terus mengoleksi buku-buku bacaan. "Koleksi buku saya sampai 1.500," ujar Kiswanti yang setelah menikah dengan Ngatmin lalu mengadu nasib ke Jakarta. "Suami kerja jadi buruh bangunan sampai sekarang."

Kiswanti beruntung, bersama suami sanggup memiliki rumah sendiri dan menetap di kawasan Lebakwangi, Parung, Bogor, sejak 1994. "Dulu, kawasan tempat tinggal saya masih sepi. Belum ada listrik, jalanan di sini juga masih belum beraspal."

Di Parung, Kiswanti merasa prihatin melihat kondisi perkembangan anak-anak di lingkungan tempat tinggalnya. "Bayangkan saja, anak umur 4-5 tahun, sudah bisa mengumpat dengan kata-kata kotor. Mereka juga sudah bisa menirukan gaya merokok."

Buku dalam Kulkas

Ketika itu, Kiswanti belum berani bertindak apa pun terhadap lingkungannya. "Nah, sejak 1997 tiap hari Minggu saya mulai mengajak anak-anak di sekitar rumah untuk main di rumah saya. Mereka boleh main, asalkan tidak mengumpat. "

Kiswanti juga mulai memperkenalkan buku kepada anak-anak. Caranya cukup unik. Ia membacakan buku cerita seperti kisah Jaka Kendil, Jaka Bodo, Putri Menur. Tapi, ia sengaja tak menyelesaikan ceritanya. "Bagi anak yang penasaran ingin tahu akhir cerita, mereka boleh pinjam buku saya. Mulailah ada anak yang pinjam buku."

 Bukan perkara mudah bagi Kiswanti untuk melanjutkan langkah. Banyak orangtua menolak anaknya baca buku cerita karena takut mengganggu pelajaran. Kiswanti lalu menamakan taman bacaannya Warabal, singkatan dari Warung Baca Lebakwangi.

Ia pun membangun jaringan dengan pihak lain, salah satunya Komunitas 1001 Buku. Komunitas ini sering mengadakan acara, antara lain olimpiade taman bacaan anak. "Nah, anak-anak saya ikutkan lomba mendongeng dan menggambar. Ada beberapa anak yang menang lomba. Orangtua mereka jadi makin senang karena anak-anaknya berkembang."

Butuh waktu sekitar enam tahunan sampai orangtua anak-anak menerima penuh kehadirannya. Karena kondisi keluarganya yang juga pas-pasan, "Semula saya menyimpan buku di kardus dan bekas kulkas. Lama-kelamaan saya bisa membuat rak untuk memajang buku."