Sejak itu, Heri dan Siti pun semakin percaya diri memproduksi sejumlah karya dalam jumlah besar. Bahkan, pada tahun 2000 mereka mulai berani mengikuti pameran untuk pertama kalinya di Delta Plaza Surabaya. "Memang dasar rezeki, baru pertama kali ikut pameran, langsung dapat order dari Prancis berupa kotak bungkus permen cokelat," cerita Siti.
Setelah menyuplai secara tetap untuk pembeli di Prancis, pada pameran berikutnya, Siti kembali mendapat pesanan tetap dari Inggris. Kali ini, untuk mengisi sebuah galeri yang ada di sana. Dan pada 2005, ia mendapat pesanan secara tetap setiap bulannya dari Daisy Coffin, tempat penitipan abu jenazah di Inggris. Kotak-kotak buatannya itu dijadikan kotak penyimpanan abu jenazah. Bentuknya macam-macam, ada yang berbentuk kubus, oval, hati dan masih banyak lagi.
Bahkan, oleh Daisy Coffin kotak itu lalu disebar ke sejumlah lembaga serupa di seluruh dunia. "Saat ini, dalam sebulan saya minimal mengirim 1500 kotak ke Inggris. Tapi, untuk yang ke Jerman dan Prancis, berhenti total sejak adanya bom Bali I," papar Siti.
Di saat usaha mulai menanjak, tiba-tiba Siti mendapat musibah, Sang Suami meninggal dunia karena serangan jantung. "Saya sempat limbung dan keteteran. Tapi, dengan dukungan ketiga anak laki-laki yang mulai beranjak dewasa, saya bisa meneruskan usaha ini hingga sekarang," kata Siti yang saat ini juga kerap memberi pelatihan bagi ibu-ibu perajin pemula.
Kini, selain mengekspor produknya, Siti juga tetap mendapat pesanan dari berbagai perusahaan atau BUMN, membuat kotak-kotak untuk suvenir, aneka wadah untuk perusahaan kopi luwak, juga menerima pesanan umum, seperti untuk suvenir perkawinan, ulang tahun dan khitanan. "Pokoknya, apa saja kami terima," ucap Siti yang saat ini omzetnya sekitar Rp 75 sampai Rp 100 juta per bulan.
Soal bahan baku, sampai kini pun tak ada masalah sama sekali. Untuk sementara ini, ia membeli bahan berupa sampah daun kupu-kupu dari petugas kebersihan di depan Royal Plaza. Ia membeli Rp 20 ribu setiap satu karung daun. "Bahkan, Ibu Walikota Tri Rimaharini memberi wacana, sebaiknya sampah daun kupu-kupu di Surabaya diberikan semua ke saya. Selain untuk membantu pengembangan usaha, sekaligus mengurangi sampah," papar Siti yang kini semakin rajin ikut pameran berskala nasional maupun daerah.
Banyak Karyawan
Yang membuatnya bahagia, dulu ia susah mencari karyawan yang mau diajari membuat aneka kerajinan dari daun kupu-kupu, kini justru banyak orang yang datang kepadanya minta pekerjaan. Saat ini, minimal ada 60 orang karyawan yang terdiri dari ibu-ibu dan anak remaja yang siap membantu Siti sebagai tenaga borongan. Itu belum termasuk enam orang karyawan tetap yang digaji tiap bulan sesuai UMR.
Bagi karyawan borongan, saat ini cakupannya sudah makin meluas. Tak hanya para tetangganya saja, tapi sudah melebar sampai ke daerah lain. "Alhyamdulillah, saya bisa membantu. Meski tidak besar, tapi bisa meringankan beban mereka, terutama untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari," papar Siti yang kini dibantu ketiga anaknya mengelola Kriya Daun.
Kendati usaha ini miliknya sediri, namun Siti menerapkan pola kerja profesional. Dirinya dan ketiga putranya pun digaji setiap bulan "Bukan berarti ini milik saya, kemudian saya seenaknya pakai uang perusahaan, semuanya ada hitungannya," papar Siti yang bersyukur karena ketiga anaknya yang sarjana akuntansi masing-masing memiliki tugas sesuai kemampuannya.
Tak hanya itu, untuk karyawan tetap, ia juga memberi kesejahteraan tambahan, misalnya memberi tunjangan kesehatan. Sementara untuk tenaga borongan, akan diberikan bonus khusus bila yang bersangkutan bisa mengerjakan tepat waktu, dan jumlah yang banyak.
Karena itu, beberapa penghargaan telah Siti terima, di antaranya dinobatkan sebagai Ibu Kreatif 2009, Pahlawan Ekonomi 2010, serta pengusaha yang peduli lingkungan (2011). Selanjutnya, lanjut Siti, ia akan berusaha memaksimalkan produksi agar bisa menjaring lebih banyak pekerja.
Gandhi Wasono / bersambung