Kebetulan, tak jauh dari TGR terdapat sebuah kampus, sehingga banyak mahasiswa yang datang. "Kami sengaja menjual makanan dengan harga terjangkau, untuk kelas menengah. Soalnya, mereka yang datang naik motor justru enggak suka banyak tanya. Habis makan, langsung bayar. Kalau orang berpenampilan keren, lebih sering tanya-tanya, repot," tutur Indra sambil tertawa.
Konsumen yang datang pun beragam dan rata-rata bermobil. "Meski tempatnya ada di pinggir jalan, tapi tidak kena debu, konsumen juga bisa menikmati suasana Bandung yang sejuk. Orang Jakarta sangat suka ke sini."
Oh ya, nama TGR tercipta karena pemiliknya kerap memberi teh poci khas Jawa Tengan dan gula batu gratis. Namun, kini kebiasaan itu ditiadakan. Untuk menjaga kualitas dan kebersihan makanan, Indra pun menerapkan sistem tak ada makanan yang "menginap", kecuali makanan beku.
"Hari ini harus habis, jangan bersisa. Makanan yang tidak habis, akan dibagikan ke karyawan," kata Indra seraya mengatakan, TGR sudah memiliki cabang di tempat lain, namun dengan nama berbeda, Tahu Tidur.
Noverita / bersambung