Berawal dari aktif sebagai kader Posyandu di lingkungan tempat tinggalnya di Salemba, Jakarta Pusat, Lia Muliani (47) justru merintis usaha herbal yang cukupberhasil. Sejumlah kader Posyandu itu membentuk beberapa kelompok, salah satunya Kelompok Tani Cempaka (KTC) yang diketuai Lia.
Kegiatan KTC, yaitu mengembangkan manfaat toga sesuai pelatihan dari Departemen Pertanian setiap sebulan sekali. "Kami diberi pelatihan sejak 1993. Awalnya dari menanam, setelah itu dilatih mengolahnya menjadi obat, makanan, dan lain-lain," kisah Lia.
Kelompok Lia memfokuskan minat pada olahan herbal, "Karena tanamannya sudah ada, jadi kami olah agar memudahkan untuk dikonsumsi. Kami memilih mengolah jahe karena bahan bakunya mudah didapat dan lebih mudah diolah." Mulailah Lia dan kelompoknya membuat jahe instan secara manual.
Jahe instan ini lalu dikemas dalam plastik dan dijual di lingkungan tempat tinggalnya seharga Rp 500 per bungkus. Rupanya, tanggapan warga cukup baik, Lia pun percaya diri untuk memproduksi lebih banyak dan memasarkannya lebih luas lagi. "Hanya saja, dari 10-an anggota kelompok tani, hanya saya yang serius menjadikan ini sebagai usaha sampai sekarang," kata Lia yang kini memiliki 6 pegawai.
Sejak tahun 2000, Lia dibantu kerabat membuat desain kemasan dan brosur. Di tahun yang sama, produknya sudah mendapat "gelar" produk unggulan dari Departemen Pertanian. Setelah sukses dengan jahe instan, Lia memperluas produksi dengan menggunakan bahan baku lainnya. Antara lain memproduksi jahe macho, jahe merah, bir pletok, temulawak, kencur, kunyit asam, semua dalam bentuk minuman instan. "Prosesnya sama, hanya bahan bakunya yang beda."
Jahe instan kemasan 250 gram, ia jual Rp 20 ribu, sementara jahe dalam bentuk sachet seharga Rp 2.000. Dalam sebulan, Lia mengaku bisa meraup keuntungan hingga Rp 20 juta. "Paling laku di daerah Jawa Barat, mungkin karena cuacanya dingin."
Minuman instan produksi Lia memiliki manfaat bila dikonsumsi secara rutin. "Bisa meningkatkan daya tahan tubuh, mencegah asam urat, menghilangkan sakit kepala dan demam, dan banyak lagi."
Sayangnya, karena menggunakan bahan baku gula, Lia mengingatkan, tak bisa dikonsumsi oleh penderita diabetes. Meski begitu, Lia mengaku sedang mencari teknologi yang memungkinkannya membuat minuman instan tanpa menggunakan gula. "Mesinnya mahal sekali," aku Lia.
Laili Damayanti, Sita Dewi / bersambung