Sebagai istri kepala desa, saat itu Nining tak mau menyimpan resep bagi dirinya sendiri. "Tujuan saya belajar membuat abon lele itu memang untuk memberdayakan ibu-ibu di sini. "
Akhirnya, terkumpul 15 ibu-ibu muda. Mereka bergotong royong membuat abon lele di rumah Nining, yang sekaligus dijadikan dapur. "Awalnya, lele-lele itu masih dikonsumsi untuk diri sendiri. Akhirnya, terpikir untuk menjualnya sebagai oleh-oleh khas Boyolali."
Februari 2007, Nining dan kelompoknya menjalankan usaha abon lele secara profesional. "Kebetulan saat itu ada kunjungan Pak SBY ke Boyolali. Nah, sebelumnya saya sudah bikin kemasan yang menarik dan usaha ini juga sudah ada izin resmi. Akhirnya, abon lele ini bisa jadi oleh-oleh para menteri yang mengikuti kunjungan Pak SBY ke Boyolali," jelas Nining yang memberi nama label Karmina, sesuai nama kelompok ibu-ibu, Karya Mina.
Kini, dalam seminggu Nining perlu minimal 280 kg lele segar. Dari bahan itu ia bisa mendapatkan sekitar 80 kg abon lele. "Kalau dari bahan baku, sih, cukup melimpah. Yang jadi kendala itu pemasaran," jelas Nining yang mengaku masih banyak masyarakat yang jijik makan lele. "Padahal lele di sini, pakannya dari pelet, bukan kotoran manusia."
Abon lele saat ini sudah menjadi salah satu makanan khas Boyolali. "Bahkan, sekarang ini kalau ada tamu dari Jakarta ke Pemda Boyolali, mereka pesan abon lele. Selain diajadikan oleh-oleh, juga sebagai teman makan jadah (uli, Red.). Jadah dan abon lele sudah jadi pasangan yang serasi."
Nove, Sukrisna / bersambung
Foto: Nove, Eng Naftali