Selanjutnya, aku tinggal di rumah Bapak. Segalanya berjalan baik. Bahkan dia bilang, meski rumahnya tak akan jadi milikku, namun ia akan membelikan sawah untukku. Katanya, untuk masa tuaku nanti. Rasanya bahagia sekali waktu itu.
Siapa sangka, damainya rumah tangga kami hanya berlangsung selama tujuh bulan. Usai itu, ia berubah kasar dan suka memukul. Belakangan baru kutahu dari cerita tetangga, Bapak memang temperamental. Pernah aku sampai mengadu ke Pak RT karena tak kuat dipukuli. Di depan Pak RT, Bapak seolah menyesal. Tapi, begitu Pak RT pulang, sikapnya kasar lagi. Sejak itu, apa saja yang kulakukan, rasanya semua salah.
Hari demi hari, aku terus dipukul dengan tongkatnya atau disabet dengan rotan. Beberapa bagian tubuhku sampai kini masih membiru (Su memperlihatkan anggota tubuhnya yang memang tampak lebam, seperti tangan, kaki, dan tengkuk, Red.)
Begitulah nasibku, orang miskin yang hidup dengan orang mapan. Kini, aku menyesal. Tapi, lebih menyesal lagi karena sudah menikah dengan Bapak. Sudahlah, toh, semua sudah terjadi. Aku tak tahu bagaimana nasibku esok nanti. Aku tak punya rencana apa-apa. Aku hanya bisa pasrah. Semoga Tuhan mengampuni dosaku.
Henry Ismono / bersambung
Foto-Foto: Henry Ismono