Balada Bunda Alanda (1)

By nova.id, Senin, 14 Februari 2011 | 17:07 WIB
Balada Bunda Alanda 1 (nova.id)

Di awal pledoi (pembelaan) tadi, ceritanya sangat menyentuh. Ikut terlibat menulis pledoi itu?

(Di awal pledoinya, Arga menceritakan secara runut bagaimana perjuangannya setelah di PHK dari bank tempatnya bekerja. Arga sempat berjualan bahan-bahan baju muslim dan air galon. Sayangnya, dagangan habis, namun uang tak terkumpul lantaran banyak yang tidak bayar. Lewat seorang teman, Arga juga sempat mencoba kerja di jasa properti sebelum akhirnya kerja di Bank Century yang malah membuatnya harus berusan dengan hukum.)

Enggak sama sekali. Ibu menulis sendiri. Kalau, toh, konsultasi soal pledoi, ya, dengan pengacaranya. Saya bahkan belum membaca pledoi Ibu sebelumnya. Makanya, saya sangat menyimak apa yang dibacakan Ibu tadi.

Rupanya Ibu juga pandai menulis, ya?

Sebenarnya, sih, enggak. Tapi karena ia merasa terzalimi dan menulisnya dengan hati, maka yang dihasilkan pun benar-benar bagus.

Jangan-jangan itu pula yang membuat tulisan Anda di blog begitu menyentuh?

Saya menulis karena hanya itu yang bisa saya lakukan. Saya menggugat, kenapa ibu saya tidak bersalah tapi harus bertanggung jawab. Saya hanya ingin sharing bahwa ada, lho, seorang warga yang diperlakukan seperti ini. Saya hanya ingin masalah yang menimpa Ibu ini jadi pelajaran untuk semua orang. Dan ternyata, banyak kasus serupa di masyarakat. Bahkan ada yang lebih parah dari Ibu. Saya tahu dari tanggapan yang masuk. Saya ini tak tahu hukum. Saya hanya menulis berdasarkan apa yang saya ketahui.

Dalam tulisan, terkesan sekali sangat khawatir ditinggal Ibu?

Ya pastilah. Saya saja khawatir ditinggal Ibu, apalagi adik-adik saya yang masih kecil. Yang bungsu masih TK. Bagaimana kehidupan kami kalau benar Ibu dipenjara? Saya tak bisa bayangkan jika kami harus hidup tanpa Ibu.

(Meski dituntut 10 tahun penjara, sampai saat ini Arga tidak dipenjara. Ia dapat menghirup udara bebas karena ada jaminan keluarga. Sementara menurut jaksa, Arga tidak ditahan karena memang belum ada putusan)

Sepertinya sangat tertekan, ya, saat menulis itu. Apalagi, posting-an kali ini begitu pribadi dibanding tulisan lain yang sudah ada.

Hmm... saya hanya merasa khawatir. Itu saja. Tapi jujur, apa yang saya tulis, itu yang saya rasakan. Saya bukan ahli hukum. Makanya tulisannya apa adanya. Yang saya ketahui, yang saya rasakan.