Cara lain ditempuh Tandur untuk mencari kejelasan nasib anaknya. Ia rajin mengikuti kabar lewat teve. "Ternyata benar Win anak saya. Di teve Win diberitakan kakinya disiram air keras oleh majikannya. Punggungnya juga ada luka karena digosok pakai setrika panas. Saya membayangkan, pasti sangat sakit. Setelah itu, pikiran saya dan suami, Sukirman, jadi kacau."
Dari televisi pula Tandur tahu anaknya ditemukan penduduk setempat di pinggir jalan dalam kondisi pingsan tanpa tanda pengenal. "Saya ini orang bodoh, tidak mengerti bagaimana caranya menanyakan nasi Win kepada pemerintah. Saya baru agak lega setelah Pak Carik datang ke rumah. Ia mengabarkan, kini Win sudah diurus pemerintah. Katanya, Pak SBY juga menelepon Win. Barulah saya sedikit lega."
Tandur bertambah lega ketika staf Depnaker Lampung mendatangi dirinya, guna mengajaknya ke Malaysia melihat langusng kondisi Win. "Jadinya Ernawati (adik Win) yang berangkat ke Malaysia mewakili keluarga, didampingi orang dari Depnaker."
Tanpa Kabar
Cerita Tandur, setahun lalu Winfaidah pamit akan kerja ke luar negeri untuk memperbaiki nasib keluarga. Ia ingin seperti teman-temannya yang jadi TKI dan berhasil. "Ada temannya yang bisa membangun rumahnya jadi bagus. Nah, Win juga ingin seperti itu. Keadaan keluarga kami memang pas-pasan. Selama ini, kami hidup dari hasil tani di ladang. Hanya cukup untuk makan."
Win yang sudah punya anak (kala itu umurnya belum genap setahun), ingin bisa memperbaiki rumahnya. Ceritanya setelah menikah, Win mencoba mandiri. "Sebenarnya, sih, sudah ada rumah, tapi lebih mirip gubuk reot, semua dindingnya terbuat dari gedhek (anyaman bambu). Dulu suaminya juga bertani, sekarang kerja di Jambi. Saat pergi, Win sudah pamitan dengan suaminya."
Awalnya, sih, terasa berat melepas Win. Apalagi, anaknya, Misela, saat itu belum genap setahun. "Win minta saya agar merawat Misela. Saya melepas dia dengan penuh harapan usahanya berhasil. Setidaknya, Win bisa memperbaiki kehidupan keluarganya."