Perjalanan sekolah ini, jelas Ade, nyaris tanpa hambatan berarti. "Semuanya sudah jelas diatur dalam surat Direktur Jenderal (Dirjen) Kementrian Departemen Pendidikan Nasional. Isi surat itu menyebutkan, masyarakat boleh mendirikan sekolah gratis. Status sekolahnya pun negeri, asal menginduk ke Sekolah Negeri yang mempunyai program Sekolah Terbuka."
Alasan Ade mendirikan sekolah gratis ini sebenarnya berawal dari ketidakpuasannya terhadap pola pendidikan yang ada. "Bilangnya gratis, tapi tetap saja ada berbagai pungutan yang mewajibkan murid membayar sejumlah uang ke sekolah. Bagaimana nasib anak-anak dari keluarga tak mampu?" tukasnya.
Selain itu, apa yang dilakukan Ade sebenarnya juga merupakan bentuk protesnya terhadap kinerja pemerintah. "Mengapa sampai sekarang tak ada sekolah negeri yang benar-benar gratis? Coba lihat sekolah negeri di negara-negara lain, baik Sekolah Percontohan, Sekolah Standar Nasional (SSN) atau Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) semuanya gratis."
Dengan munculnya sekolah gratis seperti ini, lanjut Ade, artinya pemerintah telah gagal memajukan pendidikan. "Saya akan membuat TKBM milik saya bertaraf SBI dengan gedung megah. Tapi tetap gratis," ujar Ade bersemangat.
Ucapan Ade bukan sekadar isapan jempol. Meski saat ini fasilitas ruang belajar masih minim, namun tak begitu dengan fasilitas lainnya, "Kami mendapat bantuan dari beberapa perusahaan besar sehingga bisa menyediakan peralatan sekolah terbaik, memberikan jaminan kesehatan kepada murid, bahkan kami juga punya psikolog."
Ade mengatakan, seharusnya semua sekolah mampu melakukan apa yang dilakukannya. "Apalagi dengan dana BOS dan BOP. Saya yang punya murid sebanyak 37 siswa saja bisa mendapatkan dana Rp 16 juta per 3 bulan. Sayangnya, dari 8 TKBM yang ada. Hanya sekolah saya yang mendapat dana itu."
Suka Bolos
Kendati demikian, kendala sekolah gratis juga muncul pada murid-muridnya. Meski semua diberikan gratis, tetap saja ada alasan bagi murid untuk bolos. Selain harus membantu keluarga mencari uang, kadang mereka memang malas.
Untuk itu, Ade menerapkan aturan ketat untuk seluruh muridnya. "Kalau bolos, mereka akan didenda Rp 5.000 per hari. Kalau enggak bisa bayar langsung, bisa dicicil. Tak hanya murid, guru juga punya aturan disiplin seperti halnya sekolah pada umumnya."
Ade dan guru tak hanya berurusan dengan murid semata. "Mereka boleh miskin tapi enggak sengsara. Contoh saja, ada orangtua yang tak mampu menyekolahkan anak, tapi bisa beli rokok atau telepon genggam. Sehingga selain memberikan pendidikan akademis, juga membina mental dan membangun karakter mereka," tutur Ade.
Pelan tapi pasti, Ade berhasil mengubah gaya hidup murid dan keluarganya. "Kami juga memberikan berbagai pelatihan keterampilan untuk para murid, seperti membuat telur asin dan berbagai kerajinan. Alhamdulillah, sudah banyak berhasil. Dulu pemulung atau pembantu, sekarang sudah enggak. Malah sekarang kami kewalahan terima order," tukas Ketua Forum TKBM DKI Jakarta ini bangga.
Edwin Yusman F./ bersambung