Calon Jenderal Dituduh 'Rampas' Anak (1)

By nova.id, Senin, 8 Maret 2010 | 17:03 WIB
Calon Jenderal Dituduh Rampas Anak 1 (nova.id)

Calon Jenderal Dituduh Rampas Anak 1 (nova.id)
Calon Jenderal Dituduh Rampas Anak 1 (nova.id)

""Kami semua sayang Kev," tutur Marlis (Foto: Gandhi Wasono M/Nova) "

Sepakat Punya Anak

Setelah menjalin hubungan selama 3 tahun, mereka berdua sepakat memiliki anak. Di sisi lain, cerita Dian, ia tidak meminta hubungannya diresmikan dengan pria yang mengaku berstatus duda itu karena masalah perbedaan keyakinan. Februari 2009, Dian memeriksakan diri ke dokter dan dinyatakan hamil enam minggu. "Saat itu SHD meminta saya menjaga janin itu baik-baik dan kami akan memeliharanya sampai ia lahir." Saat kandungannya masuk usia dua bulan, SHD sempat menjenguk Dian di Medan. Menginjak bulan kelima kehamilan, SHD dimutasi ke Jakarta. Meski begitu, mereka masih kerap bertemu di Jakarta.

Dua bulan berlalu, SHD meminta Dian datang ke Jakarta agar ia bisa menyaksikan proses kelahiran si bayi. Dian pun sempat tinggal di Bogor selama SHD bersekolah di PUSDIK AD di Bogor. Belakangan, "Saya merasa sikapnya mulai berubah." Saat itulah, katanya, ia mulai curiga, selama ini SHD menyembunyikan status perkawinan yang sebenarnya.

Setelah pendidikan SHD selesai, Dian dibawa pindah dan tinggal di wilayah Kalibata, Jakarta. Tak lama kemudian, Dian memeriksakan kehamilannya di RS Duren Tiga. "Dari hasil pemeriksaan dokter, saya harus melahirkan dengan cara caesar karena jabang bayi terlilit dua tali pusar di lehernya." Hari berikutnya, Dian dioperasi dengan ditemani SHD. Kondisi anak laki-laki yang diberi nama Kev itu tidak sehat, karenanya langsung dirujuk ke RS Mitra Keluarga Depok. Sepuluh hari setelah dirawat, Kev kembali sehat dan tinggal bersama Dian di sebuah kamar kos di daerah Kalibata.

Dirampas

Pertengahan Desember 2009, SHD meminta Dian pergi ke Jombang bersama Kev. Alasannya, untuk menemui keluarga SHD. "Dia juga menjanjikan menikahi saya secara siri. Meski kami berbeda keyakinan, saya tidak keberatan karena cinta."

Baru dua minggu di Jombang, Kev mengalami gagal nafas dan harus masuk Intensive Care Unit (ICU) RS Muslimat selama sehari, lalu pindah ke RSUD Jombang selama dua minggu. Saat Kev dirawat di RSUD Jombang, "SHD datang dan menginap selama lima hari di Jombang." Meski kondisinya sempat memprihatinkan, Kev berhasil selamat. Selepas Kev keluar dari rumah sakit, Dian sempat merawat Kev di rumah keluarga SHD di Diwek, Jombang. Saat Dian hendak kembali ke Jakarta, terjadilah keributan itu. "Kakak ipar SHD melarang saya membawa Kev. Katanya, saya boleh pergi dan punya kehidupan sendiri, tapi biarkan Kev tinggal dan dirawat oleh keluarga mereka," ujarnya.

Jelas saja Dian menolak memberikan bayinya, "Kakak ipar SHD merebut Kev. Karena merasa kasihan Kev kesakitan, saya lepaskan dia dari pelukan saya. Saya juga sempat kena pukul oleh kakak SHD, Gatot," cerita Dian.

Setelah insiden itu, Dian diantar oleh sopir Gatot ke tempat SHD berada. Dian sempat bertanya, kenapa Kev tidak boleh dibawa ke Jakarta. "Katanya, Kev akan diasuh oleh kakaknya hingga besar." Putus asa, Dian kembali ke Jakarta tanpa Kev. "Foto anak, saya pun tidak punya. Hanya ada cap kaki dan rontgen parunya saja yang ada."

Sejak saat itu, sering terjadi keributan antara Dian dan SHD mengenai nasib Kev. Februari 2010, Dian diusir dari rumah kontrakan tempat mereka tinggal karena biaya kontrakan tidak dibayar. Dian lalu menumpang di rumah kenalannya di Jakarta.

Merasa nasibnya makin tak jelas, Dian memutuskan melapor ke tempat SHD berdinas dan menemui Provoost. Setelah melalui beberapa proses, Dian akhirnya melapor ke Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI AD. Upaya mediasi pun dilakukan. Di hadapan para mediator, SHD berjanji akan mengembalikan Kev pada 27 Februari 2010. Namun, janji itu tak ditepati. "Setelah mediasi selesai, saya minta bukti laporan, tapi tidak diberikan."

Sita Dewi/bersambung